Sebelum memperoleh beasiswa, Elvira sempat tak diterima di beberapa
universitas terkemuka di negeri ini. Tapi ia tak patah semangat. Merasa
tak ada yang istimewa dalam dirinya yang hanya mengantongi ijazah PTS
(Perguruan Tinggi Swasta), ia bertekad ingin membuat dirinya lebih
“bernilai”. Bersama Icha, sahabatnya, ia berusaha mencari program
beasiswa S2 di luar negeri melalui internet.
“Luar negeri? Kenapa nggak lanjut di Indonesia aja, Vir? Luar negeri itu kan jauh, belum tentu Mama sama Papa nanti bisa ngunjungin kamu. Nanti kalau sakit siapa yang mau urus?” Macam-macam aja
mau sekolah ke luar negeri. Siapa yang mau bayar? Kalau mau sekolah di
Indonesia, saya biayai. Bilang, Mam.” Itulah reaksi kedua orangtuanya
ketika ia menelpon ke rumahnya di Medan, dan mengatakan ingin
melanjutkan kuliah di luar negeri. Namun setelah Elvira menjelaskan
bahwa ia akan mencari beasiswa S2 di luar negeri dan tidak akan meminta
biaya kuliah dari kedua orangtuanya, ia pun mendapat izin (hal 8-9).
Selama berhari-hari, Elvira bersama Icha yang juga sama-sama ingin meraih beasiswa di luar negeri, browsing
internet, mencari informasi lowongan beasiswa S2 di luar negeri.
Pencarian tak kunjung menuai hasil. Keduanya lantas mencoba
mengerucutkan pencarian di google menjadi ‘daftar universitas di Korea
dan Jepang’. Setiap hari mereka tanpa bosan menjelajahi satu per satu
website universitas yang mereka incar (hal 13).
Hingga akhirnya terbersit ide untuk mencoba mengirim e-mail ke beberapa
profesor yang mereka temukan di website kampus melalui jaringan Google.
Isi surat tersebut tentu saja menyampaikan keinginan untuk melanjutkan
studi dan bergabung dengan universitas yang bersangkutan. Keduanya pun
melengkapi dengan melampirkan ijazah, transkip nilai, sertifikat TOEFL
dan CV.
Setelah beberapa kali ditolak, bahkan menunggu sampai bulan telah
berganti nama, akhirnya sebuah e-mail balasan masuk. Betapa senangnya
mereka ketika membaca balasan dari Profesor Kim Sang Kuk, bahwa mereka
memiliki kesempatan mendapat beasiswa S2 di Korea Selatan. Setelah
melengkapi beberapa persyaratan yang diminta, Elvira dan Icha pun resmi
diterima kuliah gratis di Kyung Hee University (yang menjadi tempat
kuliahnya Kyuhyun, personil boyband ternama: SUJU).
Ternyata, hidup di negeri yang mayoritas non muslim tak semudah yang
dibayangkan. Beragam pengalaman, suka maupun duka, mewarnai kehidupan
dua gadis berjilbab itu selama menimba ilmu di Negeri Ginseng. Sewaktu
tiba di bandara, misalnya. Elvira terkejut bukan main saat melihat
toilet yang nampak bersih tapi tak ada fasilitas airnya, hanya tersedia
tisu. Ternyata, adat masyarakat Korea memang seperti itu, menggunakan
tisu untuk membersihkan kotoran yang keluar dari tubuh manusia.
Sementara Elvira di toilet, Icha bergegas membeli sebotol air mineral
dengan harga yang ternyata cukup mahal. Hari-hari berikutnya, mereka
harus rajin membawa botol di dalam tas. Jadi sewaktu-waktu hendak ke
toilet, mereka tak perlu repot membeli air (hal 25-26).
Wanita muslim berjilbab di Korea ternyata mendapat sorotan berlebihan
oleh masyarakat. Banyak yang heran, bahkan saat berada di jalan, Elvira
dan Icha sempat diinterogasi oleh wanita-wanita Korea, mengapa wanita
harus mengenakan jilbab? Apa tidak kepanasan? Terlebih di musim panas
seperti ini? Beruntung, keduanya bisa menjawab dengan sabar dan tetap
tersenyum, meski tak dapat memuaskan rasa penasaran mereka yang terus
memandang aneh.
Belum lagi soal makanan, minuman, bahkan kosmetik, yang
mayoritas mengandung unsur-unsur babi. Tapi mereka mampu menyiasatinya
dengan rajin masak sendiri, dan rajin bertanya terlebih dulu sebelum
membeli sesuatu, apakah mengandung unsur babi ataukah tidak? Dan suasana
kian terasa mengharu biru ketika bulan Ramadan tiba. Mereka harus
berjuang menahan lapar di musim panas, di mana waktu siang menjadi lebih
panjang, yaitu 16 jam.
Pada akhirnya, kedua gadis berjilbab dari Indonesia itu mampu melewati
semuanya dengan mudah dan lebih menyenangkan. Buku ini cukup inspiratif
dan dapat memberikan motivasi bagi anak-anak muda negeri ini yang
memiliki impian kuliah di luar negeri.
----
Judul Buku : Once Upon a Time in Korea
Penulis : Elvira Fidelia
Penerbit : Noura Books
Cetakan : I, November 2013
Tebal : 264 halaman
ISBN : 978-602-1606-09-4
Peresensi : Sam Edy Yuswanto.
#Resensi ini
dimuat di RIMAnews:
wow bagus banget yah,,
BalasHapusku tunggu kau di http://kesehatanku49.blogspot.com
dalam kenal :)
Assalamu'alaikum, kalau boleh tau, dapat beasiswa dari program apa mbak?
BalasHapuskaka kalu bisa minta Emailnya dong..
BalasHapus