Kisah perikehidupan Nabi Muhammad Saw. dari segi
ketauhidan (teologi), kejujuran, kesederhanaan, toleransi, terlebih tentang ketaatan
beribadah adalah sesuatu yang sudah sering dibahas oleh banyak orang. Akan
tetapi, tidak fair rasanya jika kita
hanya mengkaji keteladanan nabi dari beberapa aspek di atas.
Bisa dikatakan
sangat jarang, ceramah keagamaan yang membahas tentang sosok beliau yang selain
memiliki akhlak mulia, juga ternyata adalah seorang pakar ekonom. Sebagai
ekonom, uswah hasanah Nabi Muhammad
juga sangat relevan dan harus dikaji, dieksplorasi, serta direlevansikan dalam
konteks kekinian.
Betapa tidak?
Krisis ekonomi global (global economic crisis) yang tengah melanda dunia,
karut-marutnya sistem perekonomian negeri ini, seharusnya membuka mata kita semua
untuk menggali lebih dalam serta mencontoh keberhasilan peradaban ekonomi yang
telah dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. Keteladanan nabi dalam bidang ekonomi
seharusnya menjadi rujukan serta landasan kebijakan ekonomi, baik dalam hal
kebijakan fiskal maupun moneter, dan sejumlah persoalan ekonomi kontemporer dewasa
ini.
Ekonomi harus
dibangun atas dasar asas trust
(kepercayaan, kejujuran) yang menjadi value
driven business (nilai berjalannya
bisnis). Dasar inilah yang menjadikan Nabi Muhammad berhasil dan dikagumi oleh semua
pedagang dan konsumen. Terkait hal ini, beliau pernah mengingatkan sekaligus
memotivasi agar umatnya menjadi pedagang yang jujur, “pedagang yang beramanah
dan dapat dipercaya itu akan bersama orang-orang yang mati syahid”.
Dalam hal ekonomi
mikro, yakni dalam sistem pasar, Nabi Muhammad telah mengeluarkan teori pasar
dengan memberikan rambu-rambu untuk menjaga pasar agar tidak terdistorsi.
Sebagaimana diketahui bersama, bahwa fungsi pasar adalah hal terpenting dalam
kegiatan ekonomi. Sistem pasar yang baik harus berdasarkan pada prinsip keadilan.
Pasar menjadi adil jika telah bebas dari praktik
monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Hal tersebut sebagaimana telah
dijelaskan dalam sabda beliau, “Barang siapa melakukan monopoli, maka dia adalah
pendosa. Barang siapa menimbun bahan makanan selama empat puluh malam, maka
Allah akan berlepas darinya”.
Dalam ajaran ekonomi Islam, semua jenis transaksi dalam
bisnis harus didasari prinsip-prinsip yang menjadi pijakan dan patokan. Prinsip
dasar dalam bisnis Islam adalah prinsip ilahiyah
(ketuhanan). Semua aktivitas termasuk bisnis yang dilakukan bukan hanya pada
dimensi duniawi semata, yang berarti berkaitan dengan untung-rugi saja. Lebih
dari itu, berbisnis dalam Islam adalah manifestasi dari kehambaan manusia
kepada Tuhan melalui amal sosial, yakni berbisnis. Berbisnis merupakan
aktivitas antarmanusia yang saling membutuhkan, sedang keuntungannya adalah
efek dari saling membantu tersebut.
Selain itu, nabi juga mengajarkan sistem konsumsi yang
egalitarian. Bahkan, anjuran konsumsi tidak hanya dibatasi pada kebutuhan
pokok, namun juga mencakup kesenangan dan bahkan barang mewah, tentu dengan
batasan-batasan yang halal, baik, dan tidak berlebih-lebihan. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumsi yang dilakukan tidak hanya untuk kepentingan
pribadi, tapi juga untuk berjalannya mekanisme dan gerak pasar.
Dalam mengatasi krisis ekonomi seperti saat ini, Nabi
Muhammad sebagai kepala negara, jauh-jauh hari telah mencontohkan (pada saat
beliau mengalami krisis ekonomi usai hijrah ke Madinah) dengan melakukan
strategi jitu yang meliputi dua hal. Pertama, nabi langsung melakukan survei
pasar sebagai upaya melihat kondisi riil perekonomian masyarakat dan menyiapkan
tempat berusaha kaum muslimin yang berasal dari Mekah.
Kedua, beliau membantu membentuk perkongsian antara kaum
Muhajirin dan Ansar di Madinah. Seperti diketahui bersama, bahwa kaum Ansar
memiliki tenaga dan skill yang baik
sekaligus pekerja keras. “Kaum Ansar menyediakan kebun mereka untuk diolah kaum
Muhajirin, adapun hasil kebun itu berbagi di antara mereka”.
Apa yang pernah diteladankan nabi saat itu, memberikan
sebuah kesimpulan bahwa sektor ekonomi merupakan sektor yang sangat penting
untuk diperhatikan. Hal ini dapat dipahami dari tindakan awal nabi sesampainya
di Madinah. Menurutnya, kehidupan negara dan agama yang sedang dibawanya harus
diletakkan di atas ekonomi yang baik dan mapan. Lebih dari itu, ekonomi
merupakan bagian integral dari ajaran agama itu sendiri.
***
Judul Buku : Bisnis ala Nabi
Penulis : Mustafa Kamal Rokan, S.H.I., M.H.I.
Penerbit : Bunyan
Cetakan : I, November 2013
Tebal : xxxiv + 258 halaman
ISBN : 978-602-7888-67-8
*resensi ini tayang di Kompasiana, 14 Sept
2014:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar