Judul Buku
: Leadership Ala Dahlan Iskan
Penulis
: Elshabrina
Penerbit
: Cemerlang Publishing
Cetakan
: I, 2012
Tebal
: 156 halaman
ISBN
: 978-602-7624-17-7
Dahlan Iskan adalah sosok yang ‘authentic leadership’. Sikapnya spontan dan
berkecepatan tinggi. Konsep ‘decision making’ dalam leadership model ini sangat
cepat, karena ia tak hanya dituntun oleh pikiran, tapi juga intuisinya.
Kepribadian serta gaya kepemimpinan Dahlan Iskan yang khas mendapat tempat
tersendiri di hati masyarakat. Meski ada suara-suara minor yang kontra dengan
aksinya yang kerap di luar perkiraan orang umum. Berita seputar Dahlan Iskan
sebagai sosok pembaharu yang unik selalu menjadi bahan berita di berbagai
media. Bahkan sebuah media menceritakan; di China, Dahlan Iskan lebih tenar
dibanding Presiden SBY.
Buku berjudul ‘Leadership Ala Dahlan Iskan’ ini akan mengajak pembaca untuk
mengetahui lebih dekat kehidupan seorang Dahlan Iskan, mulai masa kecil hingga
ia bisa menjadi seperti sekarang ini. Dahlan adalah anak ketiga dari 4
bersaudara. Lahir di sebuah desa kecil bernama Takeran, Magetan, Jawa Timur
pada Senin Legi ketika gunung Kelud meletus. Ketika baru lahir, orang tua
Dahlan meminta kakak perempuannya untuk menulis secara lengkap tanggal
kelahiran Dahlan di balik lemari kayu dengan menggunakan kapur ‘enjet’.
Ketika ia berusia 11 tahun, ibunya jatuh sakit dan butuh
biaya cukup besar untuk berobat. Satu-satunya perabot berharga di rumahnya,
yakni lemari tersebut, terpaksa dijual sehingga data kelahiran Dahlan pun
hilang. Alhasil, tanggal persis kelahirannya tak ada yang tahu. Namun, merunut
kejadian meletusnya gunung Kelud, kemudian ditetapkan tanggal kelahirannya
adalah 17 Agustus 1951 (halaman 11-14).
Dahlan lahir dalam keluarga serba kekurangan. Inilah yang
memotivasi dan mewarnai perjuangannya di kemudian hari. Muhammad Iskan, ayah
Dahlan, adalah seorang petani dan tukang kayu. Dahlan telah terbiasa membantu
pekerjaan sang ayah mulai dari membajak sawah, bertanam, hingga memanen padi
(halaman 15). Tahun 1975, ketika berusia 24 tahun, Dahlan merantau ke Samarinda.
Di sana ia memulai karir sebagai reporter di sebuah koran lokal. Setahun
kemudian, ia diterima menjadi wartawan di majalah Tempo. Karirnya pun kian
melesat hingga akhirnya pada tahun 1982 ia diangkat menjadi pemimpin surat
kabar Jawa Pos (halaman 21-22).
Di awal karirnya sebagai wartawan, Dahlan pernah hidup
susah. Ia tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil. Tiap bepergian selalu
mengendarai angkutan umum. Agar bisa membeli beras, ia harus menulis dulu di
sebuah media lokal. Honor menulis itulah yang ia pergunakan untuk membeli
beras. Nama Dahlan Iskan melambung setelah berhasil mewawancarai Waluyo
Ingnatius Kusni Kasdut, mantan pejuang 45 yang kecewa dan kemudian menjadi
penjahat legendaris. Dahlan mewawancarainya di dalam penjara sebelum Waluyo dieksekusi
mati pada 16 Februari 1980 di LP Kalisosok (halaman 25-26).
Pada 23 Desember 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur
utama PLN, menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama
kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Awalnya, Dahlan
enggan menerima tawaran menjadi direktur PLN karena merasa kurang suka, bahkan
ia pernah mengatakan bahwa perusahaan yang paling ia benci adalah PLN. Namun,
Presiden SBY memilihnya karena membutuhkan sosok ‘leadership’ bukan orang
listrik. Atas dorongan itulah, Dahlan berusaha mengubah persepsi personalnya
terhadap PLN seraya berjuang keras untuk melakukan hal terbaik. Hanya dalam
kurun satu tahun sejak menjabat direktur PLN, Dahlan mampu menata PLN menjadi
lebih baik (halaman 28-34).
Pada 19 Oktober 2011, berkaitan dengan reshuffle
Kabinet Indonesia Bersatu II, Dahlan diangkat sebagai Menteri Negara BUMN
(Badan Usaha Milik Negara), menggantikan posisi Mustafa Abu Bakar yang sedang
sakit (halaman 35-38). Perjuangan Dahlan boleh dibilang cukup kompleks
dibanding kebanyakan orang. Selain bergulat dengan kemiskinan dan berupaya
meraih pendidikan yang lebih baik, ia juga berjuang keras melawan penyakit
hepatitis yang dideritanya. Pada bab selanjutnya akan diuraikan dengan detail
kehidupan Dahlan yang berkarib dengan kemiskinan, pendidikan yang berhasil
diraih, hingga akhirnya ia diuji dengan beragam penyakit (halaman 39-60).
Secara umum, tindakan-tindakan Dahlan Iskan yang
spontan itu dapat diterima masyarakat luas. Meski tak dimungkiri, ada sebagian
kalangan yang menilai aksinya sebagai pencitraan dan bermuatan politik.
Pemikiran seperti itu muncul karena ia kerap melakukan hal-hal aneh yang tak
biasa dilakukan pejabat pada umumnya, seperti; gaya berpakaian yang santai,
suka jalan kaki, naik taksi, ojek, kereta api, dan tidak suka menggunakan mobil
dinas saat bertugas. Bahkan ia pernah membuka paksa pintu tol Semanggi dan
menggratiskan semua mobil yang terjebak antrean panjang. Dan masih banyak hal
lain yang menurut sebagian orang ‘nyeleneh’ namun menurut sebagian yang lain
justru aksi-aksinya tersebut menjadi cerminan sosok pemimpin yang patut
diteladani.
Sedikit kritik untuk buku yang cukup menginspirasi ini, bila
kelak dicetak ulang, editan serta susunan bahasanya perlu dibenahi lagi.
*) Dimuat WawasanNews.com, 05 Februari 2013
Link: http://www.wawasanews.com/2013/02/gaya-kepemimpinan-dahlan-iskan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar