“Hati yang Terbagi” merupakan buku kumpulan cerita
pendek (cerpen) perdana karya saya yang diterbitkan oleh penerbit Pustaka
Puitika Yogyakarta. Buku ini berisi 10 cerpen yang sudah pernah dimuat di
berbagai media cetak, baik lokal maupun nasional, seperti cerpen berjudul:
“Anak-anak Kereta” dimuat koran Seputar Indonesia, “Ketika Pesawat itu Jatuh” dan
“Ongkos Naik Haji Emak” dimuat koran Republika, “Koruptor” dimuat koran Merapi,
“Hati yang Terbagi”, “Maling” dan “Asmara Simalakama” dimuat Bangka Pos,
“Sandal Jepit” dimuat Majalah Basis, “Kekasih” dimuat Solopos, dan “Tukang
Sampah” dimuat Inilah Koran.
“Hati yang Terbagi” judul cerpen sekaligus menjadi
judul buku ini, berkisah tentang kegetiran seorang perempuan bernama Siti yang
‘terpaksa’ berbagi hati dengan perempuan lain. Begitu besar rasa cintanya pada
sang suami, sehingga apa pun akan dilakukan demi mempertahankan keutuhan rumah
tangga termasuk kerelaannya hidup di sangkar madu. Semua bermula ketika rahim
Siti tak mampu menciptakan bakal janin yang diidam-idamkan setiap pasangan
suami istri. Sementara usia pernikahan keduanya nyaris melewati tahun kesepuluh.
Saran Siti untuk mengadopsi anak, mendapat
pertentangan keras dari suami dan ibu mertua. Hingga akhirnya, Siti terpaksa
mengamini keinginan ibu mertuanya yang menghendaki putranya menikah lagi.
Sayang seribu sayang, dari pernikahan kedua Damar dengan Lastri, nama perempuan
itu, ternyata tetap sama alias tak kunjung mendapatkan momongan. Padahal
menurut ahli medis, rahim Lastri dinyatakan subur.
Berikut ini saya sisipkan petikan singkat cerpen
Hati yang Terbagi:
Dulu, kukira setelah menikah, orang-orang akan setop bertanya “Eh,
kapan kamu nikah?” Tapi setelah menikah pun, orang-orang masih nyinyir
merangkai kata; “Eh, kapan nih, punya momongan?” Bla-bla-bla. Seperti itulah
kehidupan, tak akan pernah usai dan hanya buang-buang waktu percuma jika kita
sibuk meladeni ucapan orang (hal 28-36).
Cerpen ‘Asmara Simalakama’ masih membahas seputar
lika-likunya kehidupan berumah tangga. Cerita bermula ketika Kris berkenalan
dengan Maia, seorang perempuan cantik, melalui jejaring sosial. Kisah cinta
keduanya pun akhirnya bermuara di kursi pelaminan. Usai pernikahan, kejanggalan
demi kejanggalan dirasakan Kris, tepatnya ketika Maia selalu menolak saat
diajak melakukan hubungan intim.
Betapa kaget dan marahnya Kris, saat sebuah rahasia
besar terbongkar. Benar kiranya ungkapan orang bijak, bahwa kebohongan yang
ditutup serapat apa pun, kelak akan terendus juga baunya. Maia, sosok perempuan
feminin yang Kris kenal selama ini ternyata bukan perempuan tulen, alias
perempuan jadi-jadian. Yang mengejutkan, ketika Kris berusaha mengubur
kenangan-kenangan menjijikkan bersama Maia, justru sebuah keganjilan datang
tanpa bisa dicegah.
Cerpen ini mengandung hikmah penting; jangan
pernah kita meremehkan orang lain apalagi sampai membencinya mati-matian. Sebab,
tak ada satu manusia pun di muka bumi ini yang tahu kejadian-kejadian tak terduga, kelak. Bisa saja hal yang semula dibenci justru
menjadi simalakama di kemudian hari.
Berikut petikan singkat cerpen Asmara Simalakama:
Malam pertama adalah malam yang telah lama kunantikan. Kendati
kuterpaksa ditikam kecewa, bersebab pada malam itu kau bilang tengah berhalang.
Kau tak bisa melayaniku dengan dalih tengah dihadang adat bulanan. Sebagai
suami yang baik, tentu aku sangat memafhumi fitrahmu sebagai perempuan.
Tapi hingga seminggu. Dua minggu. Bahkan bulan telah berganti nama.
Kau selalu menolak saat aku memintamu melakukan hubungan intim. Kau terus
menghindar dengan ragam dalih dan tutur bahasa halus saat berulang kali kubilang
ingin menyempurnakan nafkah batinku. Kau hanya berkenan dicumbui selain bagian
tervital dari dirimu (hal 19-27).
Hukum di negeri ini rupanya hingga detik ini masih belum dapat
diterapkan dengan adil dan merata. Tebang pilih. Orang bilang, “Tajam di bawah,
tumpul di atas”. Artinya, jika yang berbuat kesalahan adalah rakyat kecil, maka
proses hukum langsung dapat diproses dengan cepat. Berbeda halnya jika yang
berbuat kesalahan adalah orang-orang besar, misalnya para pejabat yang
tersandung kasus korupsi, biasanya proses hukumnya sangat berbelit bahkan
ironisnya mereka dapat terbebas dari hukuman padahal berbagai bukti telah
terpampang di depan mata. Seandainya masuk bui pun, mereka masih diperlakukan
secara terhormat.
Cerpen berjudul “Sandal Jepit” mewakili hati nurani penulis yang
merasa sangat prihatin dengan kondisi hukum di negeri ini yang masih tebang
pilih. Karman, pemuda putus sekolah akibat ketiadaan biaya pendidikan formal
yang mahal, terpaksa menjalani hari-harinya sebagai pemulung sampah. Terlebih
setelah Karyo, bapaknya yang juga seorang pemulung, tak lagi bisa beraktivitas
akibat penyakit yang kerap datang menderanya.
Suatu ketika, Karyo minta dibelikan sandal jepit, karena sandalnya
yang lama sudah tak bisa dipakai lagi. Sebagai pemulung yang tak jelas
pendapatan hariannya, ia berusaha secepatnya mengabulkan permintaan bapak yang
sudah kian sepuh saja. Hingga pada suatu hari yang tak dinyana, Karman
tergoda untuk mengambil sandal jepit yang tergeletak di sebuah mushala. Malang
nian, aksi nekatnya dipergoki si empunya sandal.
Berikut saya sisipkan petikan cerpen Sandal Jepit:
“Sandal jepit yang ini berapa ya, Mbok?” Tanya karman sambil
memegangi sandal jepit warna biru muda yang barusan ia keluarkan dari plastik
bening pembungkusnya.
“Oh, yang itu delapan ribu lima ratus,
Man,” sahut Mbok Minah.
Duh, berarti masih kurang. Uang sisa belanja buat beli beras,
sayuran, dan melunasi hutang kemarin tinggal tiga ribu limaratus, gumam Karman
sedih.
“Gimana, Man, sandalnya jadi apa nggak?” pertanyaan Mbok Minah
sontak mengusir lelamun Karman (hal 76-82).
Meskipun karya fiksi, tapi cerita-cerita yang terangkum dalam buku
sederhana ini terselip hikmah yang bisa
dijadikan bahan renungan bersama. Untuk sementara, buku ini dapat dipesan
langsung melalui penerbitnya. Khusus 100 pemesan pertama, mendapat diskon 10%
dan bebas ongkos kirim. Pemesanan bisa langsung meng-inbox Facebook Pustaka
Puitika, berikut link-nya: https://www.facebook.com/penerbitpustakapuitika19?pnref=story
Terima kasih, semoga buku ini
dapat menghibur dan bermanfaat.
***
JUDUL BUKU : HATI YANG TERBAGI
PENULIS : SAM EDY YUSWANTO
PENERBIT : PUSTAKA PUITIKA
TAHUN TERBIT : 2015
DIMENSI : 12 X 19 CM
TEBAL : 103 HALAMAN
KERTAS ISI : HVS 70 Grm
COVER : IVORY 260 / DOFF /
ISBN : 9786021621462
HARGA NORMAL : RP. 36.500,-
PENULIS : SAM EDY YUSWANTO
PENERBIT : PUSTAKA PUITIKA
TAHUN TERBIT : 2015
DIMENSI : 12 X 19 CM
TEBAL : 103 HALAMAN
KERTAS ISI : HVS 70 Grm
COVER : IVORY 260 / DOFF /
ISBN : 9786021621462
HARGA NORMAL : RP. 36.500,-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar