*Tulisan ini pernah dimuat di koran Radar Sampit edisi Minggu 25 September 2016
Judul Buku : Anak-anak
Masa Lalu
Penulis : Damhuri
Muhammad
Penerbit : Marjin
Kiri
Cetakan : I, Juni 2015
Tebal : viii +121
halaman
ISBN : 978-979-
1260-46-6
Setiap orang tentu
memiliki masa lalu, baik masa lalu yang bersifat menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan. Sebab, roda kehidupan akan terus berputar dan mau tak mau, setiap
makhluk hidup di muka bumi ini akan mengalami dua hal tersebut. Ada kalanya, manusia
mengalami hal-hal menyenangkan yang membuat kehidupannya terasa penuh
kebahagiaan.
Namun ada kalanya, manusia harus jatuh bangun berhadapan
dengan hal-hal tidak menyenangkan yang membuat kehidupannya terpuruk dalam
kesedihan dan air mata. Hal terpenting, meskipun jejak-jejak masa lalu terkadang
sulit terhapuskan, tetapi jangan sampai menyebabkan kita menjadi terpuruk
karena terlalu larut dalam arus masa lalu yang kelam. Seyogianya, kita dapat
menyikapi masa lalu secara bijaksana. Jadikan masa lalu yang pahit sebagai “pengingat”
agar kita senantiasa berhati-hati dalam menentukan langkah kehidupan.
Buku berjudul
“Anak-anak Masa Lalu” karya Damhuri Muhammad, alumnus Pascasarjana Filsafat
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini berisi sekumpulan cerita pendek (cerpen)
dengan tema yang cukup variatif. Cerpen berjudul “Reuni Dua Sejoli” misalnya,
bertutur tentang kisah dua sejoli yang terjebak oleh masa lalunya yang dipenuhi
hal-hal menyenangkan sekaligus hal-hal yang tidak menyenangkan.
Dalam cerpen
tersebut, dikisahkan dua sejoli yang sangat membenci dengan acara reuni yang
kerap diadakan oleh teman-teman sekolahnya dulu. Bagi mereka berdua (yang dulu
pernah menjadi sepasang kekasih tapi kemudian harus berpisah dan menemukan
pasangan hidup sendiri-sendiri) pertemuan dengan teman-teman lama dalam setiap
acara reuni hanya menyebabkan luka di hati semakin menganga. Sebab, hingga saat
ini, mereka berdua, meski telah menikah dengan pasangan hidup masing-masing, tapi
belum kunjung dikaruniai buah hati. Sementara teman-teman mereka saat reuni
seolah tak pernah bosan menanyakan kapan dan kenapa belum juga mendapat
momongan.
Sejak saat itulah mereka benci setiap ada
acara reuni. Tak hanya reuni, tetapi mereka jadi merasa enggan didatangi
teman-teman lama yang ujung-ujungnya hanya ingin tahu kehidupan rumah tangganya
yang tak kunjung dikaruniai buah hati. Begitu tersiar kabar perihal sejawat
lama yang akan berkunjung ke kota,
maka kedua sejoli itu akan mencari bermacam alibi guna menggagalkan pertemuan
dengan teman-teman lama. “Untuk apa menyambut kedatangan itu, bila hanya
membuat aku tampak semakin tak sempurna?” (hal 4).
Mematahkan Mitos
Cerpen berjudul
“Dua Rahasia, Dua Kematian” sangat menarik untuk direnungi. Dalam cerpen
tersebut, penulis berusaha mematahkan mitos yang beredar selama ini, tentang
pantangan adik melangkahi kakaknya dalam hal pernikahan. Intinya, bila sang
kakak belum menikah, maka sang adik dilarang melakukan pernikahan meskipun ia
sudah mampu membina mahligai rumah tangga.
Dalam cerpen
tersebut dikisahkan, Angga, sejak kecil adalah lelaki penurut dan tak pernah merepotkan
orangtuanya. Bahkan, ketika selepas SMA, ia lebih memilih tak melanjutkan
kuliah karena tak mau merepotkan orangtua. Angga kemudian memilih menekuni
kursus menjahit. Ia berharap dapat mewarisi kepiawaian ayah dalam menjahit
pakaian. Jadi ceritanya, ayah Angga adalah salah satu penjahit andalan yang
bekerja di sebuah usaha penjahitan jas ternama di kota.
Ketekunan dan ketelatenan Angga menjadi tukang jahit
akhirnya menuai keberhasilan. Pada akhirnya ia berhasil menjadi orang sukses.
Dan pada saat bersamaan, ia dipertemukan dengan Anggita, gadis yang berprofesi
sebagai guru Bahaga Inggris yang kemudian menjadi kekasih hatinya. Sayang,
ketika Angga memohon restu ibu ingin mempersunting Anggita, sang ibu
melarangnya. Alasannya, karena Diani, kakak Angga belum menikah dan memang
belum berkeinginan untuk menikah dalam waktu dekat. Menurut keyakinan ibu, jika
sampai Angga nekat melangkahi kakaknya, maka kelak sang kakak akan sulit
menemukan jodohnya. Hingga akhirnya, sebuah tragedi membuat ibu menyesal seumur
hidup atas kesalahan yang pernah diyakininya selama ini (hal 40-47).
Masih banyak cerpen
menarik lainnya yang dapat dibaca dalam buku ini. misalnya cerpen “Luka Kecil
di Jari Kelingking” berkisah tentang penantian seorang ibu, menunggu kepulangan
anaknya setelah sekian lama merantau dan tak kunjung ada kabar beritanya,
cerpen “Banun” berkisah tentang seorang perempuan malang bernama Banun yang difitnah
secara keji oleh seorang lelaki yang telanjur sakit hati padanya, cerpen
“Anak-anak Masa Lalu” berkisah tentang anak-anak yang menjadi korban
pembangunan jembatan, dan lain sebagainya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar