Ayah merupakan sosok panutan bagi istri
dan anak-anaknya. Perilaku seorang ayah ibarat sebuah cermin yang secara tidak
langsung akan ditiru oleh anak-anaknya. Jika perilaku kesehariannya kental
dengan hal-hal yang kurang baik, maka tidak menutup kemungkinan anak akan menirukan
hal yang pernah dilakukan oleh ayahnya.
Ayah adalah sosok figur bagi
anak-anaknya. Sehingga sangat penting untuk memberikan keteladanan dan
melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan rasa bangga di dalam diri
anak-anaknya. Bahkan, seorang ayah juga dituntut harus mampu membuat anak-anak
merasa nyaman dan aman ketika berada di sisinya. Itulah beberapa ciri dari
sosok ayah idaman keluarga.
Ayah idaman adalah sosok yang mampu
membimbing anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, cinta, kebijaksanaan,
bertanggung jawab, serta memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai seorang ayah
seperti mencari nafkah untuk keluarga. Berbicara realitas, ternyata masih
banyak sosok ayah yang belum mampu menjadi ayah idaman bagi keluarganya. Tak
jarang seorang ayah malah justru gemar melakukan tindak kekerasan kepada istri atau
anaknya. Misalnya, anak dipukul, ditelantarkan, bahkan yang miris dan tragis
ada seorang ayah yang tega memperkosa anak kandungnya sendiri (hal 11-12).
Dunia ayah pada umumnya memang lebih
banyak dihabiskan di luar rumah untuk mencari nafkah keluarga. Tetapi meskipun
demikian, bukan berarti ayah tidak peduli dan tidak memiliki kedekatan dengan
anak-anaknya. Justru, kepulangannya dari tempat kerja dapat dijadikan sebagai
sarana kedekatan. Seorang ayah dapat meluapkan segala kerinduan terhadap anak
dan istri sesampainya di rumah. Sangat penting bagi seorang ayah untuk
membangun kedekatan dan ikatan emosional dengan anak ketika sudah kembali ke
tengah-tengah keluarga. Sebab kedekatan anak dengan ayah akan sangat
berpengaruh terhadap perkembangannya, terlebih jika anak masih dalam usia dini.
Agar dapat menjadi ayah yang baik,
tentu harus bisa mengambil contoh dari ayah-ayah teladan lainnya yang bisa jadi
adalah tetangga terdekat atau salah satu teman sendiri. Belajar dari kisah
pengalaman orang lain adalah salah satu kunci untuk menjadi ayah yang baik.
Mendidik anak bukan hanya tugas seorang ibu, melainkan menjadi tugas ayah juga.
Dalam sebuah keluarga, ayah adalah sosok yang berperan sebagai penuntun bagi
anaknya agar dapat bekerja dan berpikir secara logis (hal 24-27).
Saat ini, pergaulan anak-anak remaja
di luar rumah, bisa dikatakan sangat bebas sehingga rentan bagi seorang anak
untuk terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak baik. Pergaulan anak-anak
seharusnya mendapat pantauan dari orang tua, khususnya ayah, meskipun tidak
secara langsung. Biasanya, anak perempuan ketika diberi kelonggaran oleh
ayahnya untuk keluar malam, terkadang terbersit dalam benaknya untuk
memanfaatkan kelonggaran tersebut dengan pulang agak sedikit malam.
Dalam hal ini, orang tua harus
menegur dan memberikan nasihat bijak. Begitu juga dengan anak laki-laki. Orang
tua jangan terlalu memberikan kebebasan pada mereka. Berikan mereka pemahaman
tentang nilai-nilai agama sejak usia dini. Beri ketegasan dan konsekuensi yang
harus ditanggung jika suatu ketika anak melakukan hal-hal yang tidak baik. Hal ini
penting diterapkan agar anak sadar dan mudah diarahkan ke jalan yang lebih baik
(hal 44-46).
Rasa sayang seorang ayah terhadap
anak-anaknya tidak harus berbentuk materi. Jangan terlalu menuruti segala
kemauan mereka sebab akan membuat mereka menjadi anak manja. Banyak sekali
dampak buruk yang akan terjadi jika orang tua terlalu memanjakan anak-anaknya
dengan limpahan materi. Misalnya, anak akan tumbuh menjadi pribadi penakut,
tidak mandiri, selalu ketergantungan dengan orang lain, dan lain sebagainya.
Cinta seorang ayah terhadap
anak-anaknya tidak bisa dibuat-buat. Ketika cinta sudah tertanam dalam hati,
tentu perhatian serta kasih sayangnya pada keluarga akan muncul dengan
sendirinya setiap saat. Sebaliknya jika dipaksakan, hanya akan melahirkan sisi
ketidakharmonisan dan kurangnya rasa bahagia dalam kehidupan anak. Menghadirkan
cinta tak menuntut seorang ayah untuk selalu mengeluarkan uang banyak.
Perhatian-perhatian kecil yang kerap ditunjukkan ayah kepada anak dapat menjadi
modal awal untuk melakukan hal terbaik bagi keluarganya (hal 88-89).
Seorang ayah juga harus bisa menjadi
penengah yang baik ketika anak-anaknya sedang tidak akur. Penengah yang
dimaksud di sini adalah berusaha membuat keputusan terbaik untuk semua, bukan
memihak salah satunya. Dengan begitu, anak-anak tidak merasa diperlakukan
secara diskriminatif atau istilahnya ‘pilih kasih’ (hal 96-97).
Buku setebal 180 halaman ini
mendedah tentang segala hal yang seharusnya dilakukan sekaligus dihindari oleh
seorang ayah. Salah satu kesalahan fatal sekaligus kegagalan seorang ayah dalam
sebuah keluarga adalah selalu menilai dirinya lebih baik dibandingkan
anak-anaknya.
***
Judul Buku : Ayah Pintar, Ayah Idaman
Penulis : Mio Sechona
Penerbit : Flash Books
Cetakan : I, Januari 2014
Tebal : 180 halaman
ISBN : 978-602-255-339-1
*Resensi ini
juga diposting di Kompasiana:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar