Perjalanan
panjang penuh liku dan onak duri yang pernah dialami penulis benar-benar
kaya akan inspirasi. Sekadar pembaca tahu, Edi mulyono, penulis yang
lahir di Sumenep Jawa Timur ini, mengawali kariernya sebagai penulis
cerpen. Cerpen pertamanya dimuat di sebuah koran lokal terbitan
Yogyakarta, pada 10 Maret 1996 silam. Dan hingga sekarang ia telah
menciptakan ribuan cerpen dan sejumlah buku.
Sejarah hidup penulis cukup berliku dan mengharukan. Bayangkan, berbekal
cincin emas seberat 5 gram yang ia beli dari honor cerpennya, ia
menikah pada 1 Desember 2000. Ia menjalankan bahtera rumah tangganya
secara mandiri dan cukup memprihatinkan, sembari merintis bisnis
kecil-kecilan yang bergerak di bidang ‘publishing’. Perlahan tapi pasti,
ia mulai kebanjiran order untuk mencetak berbagai jenis buku. ‘Bersikap
amanah’ menjadi komitmennya dalam menjalankan roda bisnis. Dan setelah
lebih dari 10 tahun, bisnis publishing-nya yang semula kecil,
kini berubah menjadi salah satu penerbit di Yogyakarta yang cukup
terkenal. DIVA Press Group, adalah nama penerbit yang ia kelola hingga
kini.
“Pohon kalau masih rindang daunnya, semua orang ingin berteduh di
bawahnya. Namun jika sudah meranggas, rontok daunnya, jangankan
berteduh, bahkan semua ingin menebang, setidaknya untuk dijadikan kayu
bakar”. Itulah sederet kalimat yang pernah diucapkan almarhum kakek si
penulis, yang tak pernah bisa lekang dari memori ingatannya. Ketika
seseorang sedang berjaya, memiliki segunung harta dan hidup dikelilingi
kemewahan, maka bisa dipastikan banyak orang yang ingin menjadi teman
dekatnya. Namun, ketika ia sedang terpuruk berkalang kemiskinan, semua
teman dekat yang dulu pernah memuja dan selalu menyediakan waktu
untuknya, mendadak hilang tanpa jejak (halaman 11-19).
Tentu Anda sangat sepakat bila memaafkan kesalahan orang lain adalah
termasuk sikap yang sangat mulia. Ya, karena Tuhan adalah maha pemaaf
segala kesalahan setiap hamba-Nya. Sifat Tuhan itulah yang secara tak
langsung mengajarkan hamba-Nya untuk menjadi insan pemaaf dan murah
hati. Namun kenyataannya, ternyata bukan hal mudah untuk memberikan
maaf, meskipun orang yang berbuat salah kepada kita telah berulang kali
memohon maaf. Ironisnya lagi, terkadang kita dengan begitu mudah menuduh
orang lain berbuat salah, padahal bisa jadi itu hanya sebuah
kesalahpahaman yang semestinya harus segera diklarifikasi (halaman
29-43).
Setiap orang sangat dekat dengan potensi berbuat salah dan khilaf. No
body perfect. Memang benar, tidak ada manusia sempurna di muka bumi ini.
Kita, secara tidak langsung, kerap menghakimi, memojokkan, menyalahkan
dan mencaci maki orang lain ketika terbukti melakukan kesalahan. Kita
terkadang merasa enggan untuk mencari tahu, apa sebenarnya yang menjadi
sumber penyebab seseorang melakukan kesalahan. Tetapi, meskipun begitu,
bukan berarti dengan mengatasnamakan “no body perfect” kita lantas
gampang jatuh ke kubang kesalahan yang sama. Dan yang pasti, pada
hakikatnya, setiap kesalahan pasti mengandung hikmah dan pelajaran
berharga agar kita bisa lebih berhati-hati dan berusaha menjadi manusia
yang lebih baik di kemudian hari (halaman 66-76).
Mensyukuri segala nikmat Tuhan terbukti menjadi kunci penenang jiwa
manusia. Pada bab ini, penulis memaparkan kisah seorang wanita yang demi
mempercantik fisiknya, ia rela melakukan apa saja meskipun harus
mengeluarkan biaya yang sangat mahal. Beragam terapi kecantikan ia
lakoni, mulai suntik silicon di bagian-bagian tubuh tertentu, rebonding,
pasang tato, dll. Hingga suatu ketika, ia pun menyadari, bahwa
kecantikan fisik yang berhasil diperolehnya sebenarnya semu. Parahnya,
ia tak mampu membayar biaya terapi kecantikan rutin itu hingga
menyebabkan seluruh tubuhnya rusak parah (halaman 100-114).
Masih ada sederet catatan-catatan perjalanan menarik yang bisa Anda baca
di dalam buku yang ditulis dengan bahasa lugas, ringan tapi berisi,
dengan harapan agar bisa dipahami oleh semua kalangan. Menariknya lagi,
penulis juga membumbuinya dengan banyolan-banyolan segar tapi nyelekit.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar