Umar bin Khathab
merupakan sahabat Rasulullah Saw. yang berwibawa, tegas dan pemberani dalam
membedakan perkara yang haq (benar) dan batil (salah). Sejarah mencatat,
sebelum Umar masuk Islam, ia merupakan orang yang memiliki kedudukan tinggi. Ia
adalah sosok cerdas dan dikenal jawara gulat yang tangguh di Ukaz, sebuah
gelanggang dan pasar ternama yang terletak di ceruk bukit Arafah, sebelah
selatan Ka’bah.
Masuknya Umar ke
dalam agama Islam merupakan angin segar bagi spirit umat Islam pada masa itu. Peristiwa
itu dipandang sebagai suatu anugerah tersendiri bagi umat Islam. Ibnu Mas’ud
berkata; “Kami berada dalam kemuliaan semenjak Umar memeluk agama Islam.” Dalam
sebuah riwayat, Shuhaib berkata, “Ketika Umar masuk Islam, ia menyatakan
keislamannya dengan terang-terangan sekaligus mengajak orang-orang untuk masuk
Islam secara terang-terangan pula. Sehingga kami bisa duduk dengan tenang di
sekitar Baitullah, melakukan thawaf tanpa dirundung rasa khawatir, mampu
melawan orang-orang yang mengganggu kami.” (hal 21-25).
Sebelum masuk
Islam, Umar adalah seorang pembesar Quraisy yang sangat membenci Rasulullah
Saw. beserta para pengikutnya. Selain itu, ia tercatat sebagai orang yang
memiliki gaya hidup mewah dengan harta berlimpah. Namun sejak ia mendapat
hidayah masuk Islam, ia lantas meneladani kehidupan Rasulullah yang hidup dalam
kesederhanaan, kezuhudan, serta menjauhi gemerlapnya dunia. Setelah masuk
Islam, ia mempertaruhkan seluruh hidup untuk membela dakwah Rasulullah Saw. dan
menjadi benteng sekaligus pilar ajaran Islam yang paling kokoh (hal 27-28).
Umar, yang sejak
muda terkenal piawai dan cakap dalam bidang tulis menulis, kesusatraan,
kepenyairan, dan penerjemahan, kemudian ditunjuk oleh Rasulullah sebagai juru
tulis. Setiap kali Rasulullah mendapat wahyu maka sahabat yang paling lekas
merekamnya adalah Umar bin Khathab.
Selain menjadi juru
tulis nabi, Umar juga ditunjuk sebagai juru diplomasi. Kemampuannya dalam
bidang diplomasi sebenarnya sudah dimiliki sebelum ia masuk Islam. Rasulullah
juga memberikan kepercayaan pada Umar untuk menjadi penasihatnya sekaligus ahli
strategi Islam. Sehingga tak berlebihan bila sebagian ahli sejarah menyebut Umar
sebagai sosok kunci dalam gemilang kemenangan Islam di banyak peperangan (hal
36).
Selain tegas dan
pemberani, Umar merupakan sosok khalifah atau pemimpin yang peduli dan memiliki
belas kasih terhadap rakyatnya. Misalnya, ketika suatu malam ia dan Ibnu Abbas
menyamar sebagai orang biasa. Keduanya berjalan menempuh lorong-lorong kecil
untuk mengetahui secara langsung kondisi rakyat yang dipimpinnya.
Di tengah
perjalanan, keduanya dikejutkan suara tangis anak perempuan. Umar lantas
mengajak Ibnu Abbas untuk mencari muasal suara tangis tersebut. Betapa
terkejutnya Umar saat mendapati sebuah gubuk yang dihuni seorang ibu tua dan
anak-anaknya yang terus menangis. Usut punya usut, si ibu tengah memasak batu
untuk membohongi anak-anaknya yang kelaparan. Dengan cara itulah, anak-anaknya yang
sedang menahan rasa lapar akan terhibur dan akhirnya tertidur setelah kelelahan
menangis.
Sambil menahan rasa
iba, Umar lantas pulang dengan tergesa untuk mengambil sekarung tepung dan
bumbu masak. Umar meminta Ibnu Abbas untuk membawakan sekaleng minyak samin. Umar
sengaja memikul sendiri sekarung tepung itu dan menolak tawaran Ibnu yang ingin
membantu membawakannya. Setiba di gubuk ibu tua, Umar dengan senang hati
menyiapkan masakan bahkan menyuapi anak-anak tersebut dengan penuh kasih sayang
(hal 168-172).
Melalui buku ini, semoga kita bisa meneladani
gaya kepemimpinan sahabat Umar bin Khathab yang tegas berwibawa dan sangat
peduli dengan nasib rakyat yang dipimpinnya.
***
Judul Buku : Ilham Keberanian Umar bin Khathab
Penulis : Zen Abdurrahman
Penerbit : Diva Press
Cetakan : I, April 2014
Tebal : 194 halaman
ISBN :
978-602-255-525-4
*Resensi ini dimuat di Harian Bhirawa:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar