*Cerpen ini
dimuat di Majalah Joe Fiksi
Perkenalkan.
Namaku Gadis. Lengkapnya Gadis Wulandari. Orangtua dan teman-teman biasa
memanggil nama depannya saja: Gadis. Saat ini aku baru kelas 2 SMA. Sebagaimana
jamaknya gadis-gadis yang menyukai musik, begitu juga aku, terlebih musik-musik
yang diusung oleh anak-anak band dengan vokalis yang good looking punya.
Adalah
Buaya Band, grup band yang saat ini lagi nge-top dan digandrungi
teman-teman sekolah, termasuk aku tentu saja. Gilang, vokalis band
tersebut, selain bertampang kiyut bin cool, juga dikaruniai cengkok
suara yang empuk. Masih berasa hangat dalam memori ingatan, saat beberapa waktu
lalu, aku merasa menjadi gadis yang sangat beruntung Ya, karena aku
berkesempatan mengenal lebih dekat vokalis yang selalu dipuja teman-teman
sekolahku. Awal perkenalanku dengan Gilang bermula saat di kotaku tengah
menggelar konser musik yang salah satunya diisi oleh Buaya Band.
Kebetulan,
waktu itu aku menjadi salah satu panitia promo konsernya. Dan, aku tak
menyia-nyiakan kesempatan emas itu untuk kenal lebih dekat dengan Gilang. Dasar
nasib, tak hanya jadi panitia, aku bahkan didaulat mendampingi mereka saat
diwawancarai salah satu radio terkemuka di kotaku. Seusai acara, aku menjabat
tangan Gilang erat. Kami pun saling bertukar nomor handphone.
Malamnya,
saat kedua kelopak mataku sulit terkatup membayang ulang saat-saat mendampingi
Gilang diwawancara, tak dinyana dia menelponku…
“Halo,
ini Gadis, ya?” sapanya manis saat tubuhku mendadak terpatung di bibir ranjang.
Sungguh, aku benar-benar masih belum memercayai suara yang mengalun merdu di
ujung selulerku.
“E..e…
i…iiya,” aku tak kuasa melawan gugup yang tiba-tiba saja mengetuk-ngetuk
dadaku.
“Aku
ngganggu nggak, nih,” katanya tanpa memberi jeda buatku mengatur
degup jantung yang kian tak karuan.
“Ngg…nggak,
kok,”
“Kalau
gitu, bisa ke sini nggak,” kalimatnya kali ini membuatku nyaris
pingsan. Berkali kucubiti pipi dan tangan, tapi tetap saja rasanya sakit. O,
Tuhan. Berarti…aku memang tidak sedang bermimpi?
“Aku
lagi bete, nih. Temenin aku, ya? Bisa?” lanjut Gilang dengan nada
sangat berharap aku mengiyakan ajakannya. O, MG! Mana mungkin aku mengabai
tawaran manis cowok ganteng selebritis kondang itu? Cowok yang selama ini
beberapa kali menghiasi bunga tidurku? Hei, tubuhku serasa melayang tinggi
dibawa terbang oleh hayali indahku.
“Ya,
bi… bisa,” meski terbata, tapi dengan mantap aku langsung mengiyakan. Lantas,
dengan mengendarai motor matic, aku pun meluncur ke hotel di mana ia dan
para personil Buaya Band lainnya menginap.
***
Sempat celingukan, sebelum akhirnya jari telunjukku—dengan rada
gemetar—memencet tombol pintu kamar hotel nomor 21, sebagaimana pesan Gilang
agar aku langsung menuju ke kamarnya. Untung, resepsionis hotel masih ingat
wajahku yang kemarin chek in kamar buat para personil Buaya band. Aku
terpaksa bohong padanya, bahwa aku masih ada sedikit wawancara dengan
mereka.
Dan
saat pintu telah terkuak...
“Hei, masuk aja, kok bengong,” sambut Gilang setengah berbisik.
Entah
kenapa aku masih diserbu ragu dan hanya bergeming di depan pintu. Ups!
Masuk ke kamar cowok sendirian? Aduh, gimana, nih? Selama ini aku belum
pernah masuk ke kamar cowok seorang diri. Meski teman satu kos sekali pun.
“Ssst… buruan masuk, kalau ada orang yang lihat, ntar bisa jadi gosip,”
lanjutnya setengah berbisik. Dan, entah, siapa yang memulai, aku tak ingat.
Yang jelas, detik berikut, aku telah berada di dalam kamarnya.
“Eh, ngg… nggak usah dikunci, Mm… Maas,” mendadak aku diserbu panik.
Wajahku berasa tegang bukan main ketika melihat Gilang memutar anak kunci
kamarnya. Tapi Gilang malah tertawa lebar.
“Hei,
tenang saja, jangan berpikir negatif, aku nggak bakal ngapa-ngapain
kamu, kok,” Gilang mengulas senyum manis. Rautnya seperti membaca
kekhawatiran yang menggayuti benakku. Jujur, aku sangat senang mendapat
penghormatan diundang orang yang aku idolakan. Tapi entah, ada perasaan was-was
yang mengalir deras dalam dadaku. Namun, fikiran burukku perlahan enyah saat
kulihat tak ada gelagatnya yang mencurigakan.
“Teman-teman
Mas Gilang pada ke mana nih, memang nggak sekamar?” tanyaku
berbasa-basi.
“Mereka
nggak biasa tidur rame-rame dalam satu kamar,” ujarnya santai.
Lalu, kami pun terbawa dalam obrolan. Ternyata dia familiar sekali orangnya.
Enak diajak ngobrol banyak hal. Persis kayak teman yang sudah lama kenal. Rasa
takut yang semula merambati hati pun hilang entah ke mana. Sementara malam kian
merambat larut. Hmm, tak bisa kubayangkan, andai teman-teman nanti kuceritakan
hal ini, pasti mereka bakal ngiri bombay padaku.
Merasa
telah cukup lama bersama Gilang, aku pun pamit pulang. Namun, tanpa kuduga, dia
menarik tanganku dan memberiku ciuman di kedua pipiku. Kejadiannya begitu cepat
sehingga aku tak kuasa untuk menolak. Entahlah, bagaimana warna mukaku saat
Gilang mencium pipiku. Anehnya, aku hanya bergeming laksa patung.
Dan, aku tercekat luar biasa, saat Gilang tiba-tiba mendekap dari belakang dan
mendorong kasar tubuhku ke ranjang. Tentu saja aku meronta. Dan dengan
terpaksa, aku menendang bagian perutnya hingga dia terjengkang dari ranjang.
Asal kalian tahu, aku pernah ikut karate waktu SMP. Jadi, jangan pikir aku ini
gadis lemah.
“Aku memang nge-fans berat sama Mas Gilang, tapi kalau Mas menganggap
aku gadis gampangan, itu salah besar, Mas!” aku meradang seraya bergegas meraih
handel pintu, memutar anak kuncinya dan segera berlari meninggalkan hotel
paling mewah di kota ini yang tiap kamarnya dikelilingi pertamanan bunga dan
pepohonan.
***
Sesampai di kamar kos,
aku langsung menumpahkan tangis. Sungguh, aku tak menyangka, grup band
idolaku, di mana Gilang sang vokalis yang aku puja selama ini, ternyata
polahnya sungguh tak bermoral. Sungguh bertolak belakang dengan statement-statement-nya
yang terlihat cerdas dan santun. O, Tuhan, ternyata cowok ganteng itu tak
seganteng hatinya. Gilang tipikal cowok yang tak menghormati dan menghargai
harkat martabat kaum wanita. Apa memang seperti ini budaya yang dianut para
selebritas? Malam ini, aku tak bisa tidur. Kedua mataku sembab. Hatiku perih.
Sungguh, aku benar-benar kecewa dengan Gilang.
***
Sejak kejadian itu, Gilang tak pernah lagi menghubungi HP-ku. Mungkin dia marah
dengan penolakan kerasku malam itu. Padahal, aku yang seharusnya marah sama
dia. Sebenarnya aku sangat menanti kata maaf terucap dari bibirnya, meski hanya
melalui SMS. Tapi, ya sudahlah, aku tak mau ambil pusing lagi. Yang pasti,
kejadian yang menimpaku ini akan menjadi pembelajaran berharga buatku, agar ke
depan aku lebih ekstra hati-hati saat bersama orang yang baru kukenal.
***
Siang yang terik, sepulang sekolah, aku
dikejutkan sebuah berita yang langsung menyentak telinga saat aku baru saja
menyalakan televisi 14 inchi di kamar kosku. Dalam sebuah acara “Gosip
Seleb”, diberitakan, Gilang digelandang kantor polisi. Pasalnya, seorang
selebritis muda bernisial “BS” yang kerap nongol di sinetron stripping
mengadukan Gilang ke kantor polisi dengan tuduhan; Gilang lari dari tanggung
jawab setelah menghamili dan menganiayanya.
Berulangkali kupanjatkan syukur, karena di malam jahanam itu aku bisa terlepas
dari bujuk rayu vokalis band yang aku yakin sebentar lagi pasti akan
menjalani hari-harinya di hotel prodeo.
Ah,
Mas Gilang… mengapa nama grup band-mu sama persis dengan kelakuanmu?
***
Puring Kebumen, 2010-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar