*Tulisan ini telah dimuat di Koran Kabar Madura, Rabu 22 Juni 2016
Judul Buku : Reruntuhan Musim Dingin
Penulis : Sungging Raga
Penerbit : Diva Press
Cetakan : I, Januari 2016
Tebal : 204 halaman
ISBN : 978-602-391-079-3
Reruntuhan Musim Dingin, merupakan judul buku sekumpulan
cerita pendek (cerpen) dengan tema variatif, khususnya tentang cinta yang unik
dan menarik, sangat jauh berbeda dengan cerita-cerita cinta yang beredar pada
umumnya. Cerpen berjudul “Reruntuhan Musim Dingin” ber-setting luar
negeri misalnya. Cerpen yang juga menjadi judul buku ini mengisahkan tentang gadis
cantik bernama Nalea. Ia adalah penjual permen toffee, permen lokal yang
dibuat dari adonan mentega.
Dengan
keranjang permennya, Nalea suka berjalan sendiri di sekitar Craven Cottage, London. Terkadang ia
berjalan di sekitar taman dan mendatangi beberapa orang yang tengah duduk-duduk
santai. Di taman itulah, tepatnya ketika ia tengah duduk santai membaca buku
sembari merehat penat, ia dipertemukan dengan sosok lelaki tampan yang tanpa
membutuhkan waktu lama langsung memikat hatinya. Dari pertemuan demi pertemuan
itu, cinta keduanya pun tumbuh bersemi secara alami.
Namun sayang
seribu sayang, cinta keduanya terhalang oleh dinding perpisahan. Lelaki itu
pergi tanpa kabar dan tak pernah kembali. Dan cerita pun terus bergulir alami.
Meski cinta Nalea dan lelaki itu tak pernah bisa bersatu, tapi seiring
berjalannya sang waktu, cinta mereka akhirnya menemukan muaranya
sendiri-sendiri dengan pasangan masing-masing. Meski di sisi lain, lelaki itu ternyata
masih belum bisa melupakan kenangan tentang Nalea ketika singgah di taman
Craven Cottage bersama anaknya, terlebih ketika ia merasa melihat sosok gadis
penjual permen yang sangat mirip dengan mantan kekasihnya dulu (halaman 64-72).
Cerpen
berjudul “Melankolia Laba-Laba” berkisah tentang kisah cinta berbeda dunia.
Dikisahkan, seekor laba-laba tengah jatuh cinta pada seorang gadis cantik
bernama Nalea. Sudah cukup lama laba-laba yang hidup dan tinggal di celah
lemari dan meja rias Nalea itu jatuh hati pada gadis tersebut. Meski laba-laba
menyadari, bahwa mencintai gadis itu penuh risiko dan tak jarang harus
berhadapan dengan marabahaya. Misalnya, ketika pembantu Nalea masuk hendak
membersihkan kamar, maka si laba-laba harus pandai bersembunyi agar jangan
sampai mati konyol terkena sabetan sapu pembantu Nalea.
Dalam setiap
doa yang dipanjatkan, laba-laba memohon pada Tuhan agar dapat menemukan cara untuk
mencintai gadis itu. Hingga akhirnya, laba-laba pun tersadar dengan kenyataan,
bahwa doa-doanya itu sungguh mustahil dikabulkan Tuhan. Pada saat yang nyaris
bersamaan, muncul seekor laba-laba betina yang mengaku bernama Nalea. Tentu
saja laba-laba tersebut sangat terkejut. Namun sampai kapan pun ia tak akan
pernah memercayai kalau laba-laba betina tersebut jelmaan dari Nalea. Ia justru,
dengan sangat kasar, mengusir laba-laba betina itu dari kamar Nalea (hal
40-47).
Kisah cinta yang
tak kalah unik lainnya terdapat pada cerpen berjudul “Rayuan Sungai Serayu”,
mengisahkan seorang pemuda yang jatuh hati kepada seorang gadis cantik yang
konon kabarnya merupakan jelmaan dari Sungai Serayu (hal 80-88), kisah seekor
semut jantan yang begitu perhatian kepada pasangannya yang tengah mengandung
dan mengidam susu cokelat (hal 154-161), dan lain sebagainya.
Dalam kata
pengantarnya, penulis yang memiliki hobi naik kereta api ini menuturkan bahwa
ia tidak memiliki misi tertentu dalam cerpen-cerpennya, selain benar-benar
sebagai ekspresi kecintaan terhadap cerpen itu sendiri. Ketika penulis dengan
cerpen telah saling mencintai, maka bukan penulis yang akan menentukan harus
menulis tentang apa, melainkan cerpen itu sendiri yang akan mengarahkan penulis
untuk menulis tema tertentu.
Bagi penyuka
cerita-cerita fiksi, buku setebal 204 ini dapat dijadikan bacaan menghibur di
waktu senggang.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar