*Tulisan ini dimuat Koran Sindo, Minggu 30 Oktober 2016
Judul Buku : A Tribute to
Others
Penulis : Jamil
Azzaini
Penerbit : Mizan
Cetakan : I, Agustus 2016
Tebal : 188 halaman
ISBN : 978-602-418-077-5
“Dunia saat ini
berubah sangat cepat. Perlu banyak orang yang memiliki komitmen dan bersedia
mendorong orang lain untuk bertumbuh”. Itulah pesan penting penulis dalam buku
motivasi ini. Arti bertumbuh di sini adalah berusaha meluangkan waktu, ilmu,
dan energi untuk membantu orang lain agar lebih sukses dan berada pada derajat
hidup lebih tinggi.
Sebagian orang
merasa bisa menjalani hidup bahagia tanpa berinteraksi dengan banyak orang. Mereka
hanya intensif berinteraksi dengan diri sendiri, keluarga dan sahabat lama.
Akibatnya, mereka banyak sekali mengalami kerugian. Misalnya, sulit diajak
berubah dan mudah tersinggung saat berseberangan pendapat dengan orang lain
(hal 18).
Orang-orang yang hanya berinteraksi dengan diri sendiri,
keluarga dan teman dekat yang itu-itu saja, bisa jadi sedang terkena penyakit loneliness
(kesepian). Boleh jadi hartanya banyak, tapi hati terasa hampa, sepi dalam
keramaian. Maka, hal yang sebaiknya dilakukan adalah; segera keluar dari
kondisi tersebut, perbanyak relasi dan sahabat. Sahabat itu penting bagi
kehidupan dunia dan akhirat.
Mungkin, sebagian
orang berpikir, “Boro-boro mikirin orang lain, mikir diri sendiri saja sulit!”.
Orang yang punya pemikiran seperti ini, biasanya tak pernah menjadi ‘besar’ dan
sukses (hal 41). Ikut memikirkan orang lain, pertanda ia bukan sosok egois yang
hanya mementingkan diri sendiri. Membantu orang lain atau istilah penulis
“menciptakan panggung bagi orang lain” justru memberi energi positif dan
manfaat berlipat ganda, baik manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain (hal
44).
Jika ia mau
mengangkat derajat orang lain, secara tak langsung derajatnya terangkat karena
ia dituntut lebih banyak belajar, berusaha dan banyak mencari solusi. Ini
artinya, ia kian terasah menjadi lebih “hebat”. Proses “menghebatkan” diri
sendiri dengan cara “menghebatkan” orang lain ini sama dengan kerja cerdas. Ibarat
pepatah “sekali mendayung 2-3 pulau terlampaui” (hal 46).
Menurut penulis,
tabiat ilmu berbeda dengan tabiat benda. Jika benda, misalnya memiliki apel 3
buah, lalu diberikan orang lain 1 buah, maka tinggal tersisa 2 buah. Tapi jika
memiliki 2 ilmu, lalu 1 ilmu diberikan orang lain, maka ilmu tersebut tak akan
berkurang, justru kian bertambah banyak. Sebab, sebelum ia memberikan ilmu, ia
pasti akan berusaha memelajari, mendalami, dan memperluas ilmu yang akan
diberikan orang lain.
Dengan pertambahan
ilmu dan keahlian itulah ia akan menjadi rujukan banyak orang dan dikenal
sebagai ahli di bidang yang ditekuninya. Terkait hal ini, penulis memberi
contoh; dalam urusan perbankan, dikenal sosok Robby Djohan, lelaki yang telah
melahirkan banyak bankir profesional di negeri ini. Sementara di bidang entrepreneur
muda, sosok Jaya Setiabudi layak diteladani karena telah melahirkan para
pengusaha belia di Indonesia bahkan di antaranya telah menjadi exportir
dan miliarder muda (hal 47).
Melayani Orang Lain
Hidup hakikatnya
adalah untuk melayani orang lain. Bagi orangtua, hidup melayani anak. Bagi
anak, hidup melayani orangtua. Bagi karyawan dan pebisnis, hidup melayani customer,
baik customer eksternal maupun internal. Bagi seorang pemimpin, hidup adalah
melayani orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Begitu seterusnya
(hal 111).
Satu hal yang perlu
digarisbawahi, bahwa melayani itu bukan sekadar melayani. Menurut penulis,
melayani orang lain harus dilakukan sepenuh hati. Sebab isi hati menentukan
kualitas kata-kata yang terlontar dari bibirnya. Ibarat sebuah teko yang berisi
susu, ketika dituangkan dalam gelas akan keluar susu. Tapi jika teko tersebut
berisi comberan, yang keluar pun comberan menjijikkan.
Ada 3 tips yang
ditawarkan penulis, agar hati selalu terjaga kejernihannya sehingga yang
terucap juga kata-kata jernih dan menyejukkan pendengarnya. Pertama, pastikan
apa yang masuk ke pikiran dan hati adalah informasi atau ilmu yang bergizi.
Sesibuk apa pun, berusahalah meluangkan waktu untuk memasukkan pesan-pesan
mulia dalam kitab suci. Kedua, selalu berpikir jernih (positif) dalam berbagai
situasi. Jauhi beragam penyakit hati, seperti iri, dengki, sombong, malas, dll.
Yakinlah bahwa tiap kejadian pasti ada hikmah di baliknya. Ketiga, berusaha
memuliakan orang lain tanpa memilah-milah kedudukannya.
Buku ini mengajak
pembaca agar senantiasa meningkatkan kualitas diri dengan cara melayani orang
lain dengan sepenuh hati.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar