Kamis, Oktober 01, 2015

Tami, Katak Bersuara Merdu*


*Cerpen Anak ini pernah dimuat di koran Kedaulatan Rakyat, 13 September 2015.



Tami melompat ke sana kemari sambil bernyanyi dengan raut ceria. Suara Tami memang merdu. Tak heran bila banyak yang menyukainya.
        “Tami, ayo nyanyi lagi, dong,”
        “Iya, Tami, nyanyi lagi, suaramu merdu banget,”
        Tami yang tengah meregangkan tubuhnya sejenak setelah menyanyikan beberapa lagu, menjadi bersemangat kembali. Meski agak lelah, tapi ia tak kuasa menolak permintaan teman-temannya.
        “Baiklah, tapi satu lagu saja, ya?” ucap Tami tersenyum dan langsung mendapat anggukan senang teman-temannya. Tanpa mereka sadari, beberapa meter di ujung sana, seekor katak hijau memperhatikan dengan raut sinis penuh kebencian. Sebuah rencana tiba-tiba terlintas dalam benaknya.
***
        “Aduuh, tolong...,” katak hijau merintih, meminta tolong saat Tami lewat di depannya. Seketika, Tami menghentikan langkahnya dan menoleh ke segala penjuru arah, mencari sumber suara yang barusan meminta tolong.
        “Aku di sini, tolong aku!”
        Pandangan Tami langsung tertuju ke bawah pohon mangga yang rindang. Seekor katak hijau tengah menatap dirinya dengan raut memelas. Tami langsung bisa mengenali katak hijau yang juga termasuk temannya. Namanya Fia. Selama ini Tami tak begitu akrab dengannya.
        “Fia, kamu kenapa? Apa ada yang bisa kubantu?” Tami, selain memiliki raut wajah cantik dan bersuara merdu, ia juga suka menolong teman-teman sesama katak yang tengah butuh pertolongan.
        “Kakiku sakit, tertusuk duri saat mencari makanan di sebelah sana,” Fia menunjuk semak-semak yang berada beberapa meter dari sebelah kiri pohon mangga.
        “Tolong aku Tami, gendong dan antarkan aku pulang,” ucap Fia memelas.
        Tanpa berpikir lama, Tami segera menolong Fia. Toh, tubuh Fia lebih kecil dibandingkan tubuhnya. Lagian rumah Fia tak terlalu jauh dari pohon mangga itu.
        Di atas punggung Tami, Fia tak henti mengulum senyum. Senyum misterius.
***
        “Aaahh!”
        Tami menjerit histeris saat tubuhnya terperosok lubang cukup dalam. Sementara Fia langsung kabur setelah berhasil melancarkan aksi jahatnya. Rencana mencelakai Tami berhasil. Tadi Fia pura-pura sakit agar Tami mau menolong dan mengantarkan pulang. Padahal, ia bukannya pulang ke rumah, tapi menuju sebuah lubang cukup dalam yang berada beberapa meter dari arah pohon mangga itu. Setelah tiba di dekat lubang itu, Fia turun dengan cepat dan sekuat tenaga mendorong tubuh Tami hingga terjatuh. Tami yang sekujur tubuhnya kelelahan usai menggendong Fia, tak kuasa menahan dorongan Fia yang cukup kuat.
***
        “Maaf, aku nggak tahu,” jawab Fia saat teman-teman yang biasa bermain bersama Tami bertanya keberadaan Tami.
        “Aduh, Tami ke mana, ya?” ujar Gina dengan raut lesu.
        “Iya, aku rindu suara merdunya,” sahut Vita.
        Mendengar ungkapan teman-teman Tami, Fia pura-pura sedih padahal ia tertawa dalam hati. Telah lama ia memendam rasa iri dan benci pada Tami. Dulu, Fia memiliki teman-teman yang banyak. Tapi sejak kehadiran Tami, ia merasa diabaikan teman-temannya. Dan kebencian Fia kian menjadi-jadi saat mengetahui bahwa salah satu hal yang membuat Tami disukai teman-temannya adalah karena memiliki suara sangat merdu, lebih merdu dari suara Fia yang kurang pandai bernyanyi.    
***
        “Tamiii!” pekik teman-teman Tami kegirangan saat melihat kedatangan Tami.
        “Tami, kamu ke mana saja sih, kok baru muncul?” tanya Vita.
        “Iya, kami semua kangen sama kamu,” sahut Gina.
        “Padahal kami sudah mencari kamu ke mana-mana, tapi nggak ketemu,” sahut yang lain. Tami pun bercerita tentang hal mengerikan yang barusan dialaminya. Tapi, ia sengaja merahasiakan kejahatan Fia. Ia tak ingin jika Fia sampai dibenci dan dijauhi teman-temannya gara-gara berbuat jahat padanya. Kepada mereka, Tami hanya mengatakan bahwa ia terjatuh dan masuk lubang yang dalam.
Untung, ia bertemu ular baik hati yang kemudian menolongnya keluar dari lubang itu. Mulanya Tami menjerit ketakutan saat melihat kedatangan ular besar itu. Tentu saja ia takut akan dimangsa sebagaimana yang pernah dialami beberapa teman yang dimangsa hingga tak bersisa oleh ular-ular yang jahat. Ternyata dugaan Tami keliru. Ular yang dijumpainya berbeda dengan ular pada umumnya. Longi, nama ular panjang warna belang-belang kekuningan itu memiliki rasa peduli tinggi dan mau menolongnya keluar dari lubang. Longi merayap naik ke atas sementara Tami berpegangan erat ke tubuh Longi.
“Aaa! Tolooong!”
Tami dan teman-teman yang sedang asyik mengobrol, tiba-tiba dikejutkan teriakan minta tolong. Di ujung jalan, tampak seekor katak sedang mengaduh kesakitan. Sebuah sepeda motor nyaris menyerempet tubuhnya. Untung, katak itu lekas melompat ke samping. Tapi tubuhnya terpelanting karena membentur batu besar di pinggir jalan.
Tami dan teman-teman segera berlari menghampiri katak itu untuk menolongnya. Betapa kaget dan malunya si katak saat ditolong Tami dan teman-temannya. Ya, katak yang sebagian tubuhnya memar akibat terbentur batu itu ternyata Fia. Tami lantas meminta teman-teman agar mencari dedaunan hijau untuk mengobati luka memar di tubuh Fia.
“Tami, maafkan aku, ya?’ ucap Fia lirih sambil menangis. Tami tersenyum dan mengangguk. Sama sekali Fia tak melihat ada kebencian di raut Tami. Satu sisi, Fia heran mengapa Tami bisa menyelamatkan diri dari lubang itu. Sementara di sisi lain, ia sangat menyesal telah berbuat jahat pada Tami. Niat jahatnya justru berbalik ke dirinya sendiri. Tubuhnya terluka dan nyaris saja mati terserempet motor.  
Fia kini baru menyadari, mengapa Tami begitu disukai teman-temannya. Hari ini Fia berjanji akan berusaha menjadi teman yang baik, tak hanya kepada Tami, tapi juga kepada sesamanya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar