Rabu, Mei 13, 2015

Ketika Ia Terpaksa Berbagi Hati




“Hati yang Terbagi” merupakan buku kumpulan cerita pendek (cerpen) perdana karya saya yang diterbitkan oleh penerbit Pustaka Puitika Yogyakarta. Buku ini berisi 10 cerpen yang sudah pernah dimuat di berbagai media cetak, baik lokal maupun nasional, seperti cerpen berjudul: “Anak-anak Kereta” dimuat koran Seputar Indonesia, “Ketika Pesawat itu Jatuh” dan “Ongkos Naik Haji Emak” dimuat koran Republika, “Koruptor” dimuat koran Merapi, “Hati yang Terbagi”, “Maling” dan “Asmara Simalakama” dimuat Bangka Pos, “Sandal Jepit” dimuat Majalah Basis, “Kekasih” dimuat Solopos, dan “Tukang Sampah” dimuat Inilah Koran.
“Hati yang Terbagi” judul cerpen sekaligus menjadi judul buku ini, berkisah tentang kegetiran seorang perempuan bernama Siti yang ‘terpaksa’ berbagi hati dengan perempuan lain. Begitu besar rasa cintanya pada sang suami, sehingga apa pun akan dilakukan demi mempertahankan keutuhan rumah tangga termasuk kerelaannya hidup di sangkar madu. Semua bermula ketika rahim Siti tak mampu menciptakan bakal janin yang diidam-idamkan setiap pasangan suami istri. Sementara usia pernikahan keduanya nyaris melewati tahun kesepuluh. 
Saran Siti untuk mengadopsi anak, mendapat pertentangan keras dari suami dan ibu mertua. Hingga akhirnya, Siti terpaksa mengamini keinginan ibu mertuanya yang menghendaki putranya menikah lagi. Sayang seribu sayang, dari pernikahan kedua Damar dengan Lastri, nama perempuan itu, ternyata tetap sama alias tak kunjung mendapatkan momongan. Padahal menurut ahli medis, rahim Lastri dinyatakan subur.
Berikut ini saya sisipkan petikan singkat cerpen Hati yang Terbagi:
Dulu, kukira setelah menikah, orang-orang akan setop bertanya “Eh, kapan kamu nikah?” Tapi setelah menikah pun, orang-orang masih nyinyir merangkai kata; “Eh, kapan nih, punya momongan?” Bla-bla-bla. Seperti itulah kehidupan, tak akan pernah usai dan hanya buang-buang waktu percuma jika kita sibuk meladeni ucapan orang (hal 28-36).
Cerpen ‘Asmara Simalakama’ masih membahas seputar lika-likunya kehidupan berumah tangga. Cerita bermula ketika Kris berkenalan dengan Maia, seorang perempuan cantik, melalui jejaring sosial. Kisah cinta keduanya pun akhirnya bermuara di kursi pelaminan. Usai pernikahan, kejanggalan demi kejanggalan dirasakan Kris, tepatnya ketika Maia selalu menolak saat diajak melakukan hubungan intim.
Betapa kaget dan marahnya Kris, saat sebuah rahasia besar terbongkar. Benar kiranya ungkapan orang bijak, bahwa kebohongan yang ditutup serapat apa pun, kelak akan terendus juga baunya. Maia, sosok perempuan feminin yang Kris kenal selama ini ternyata bukan perempuan tulen, alias perempuan jadi-jadian. Yang mengejutkan, ketika Kris berusaha mengubur kenangan-kenangan menjijikkan bersama Maia, justru sebuah keganjilan datang tanpa bisa dicegah.
Cerpen ini mengandung hikmah penting; jangan pernah kita meremehkan orang lain apalagi sampai membencinya mati-matian. Sebab, tak ada satu manusia pun di muka bumi ini yang tahu kejadian-kejadian tak terduga pada dirinya kelak. Bisa saja hal yang pernah dibenci justru menjadi simalakama di kemudian hari.
Berikut petikan singkat cerpen Asmara Simalakama:
Malam pertama adalah malam yang telah lama kunantikan. Kendati kuterpaksa ditikam kecewa, bersebab pada malam itu kau bilang tengah berhalang. Kau tak bisa melayaniku dengan dalih tengah dihadang adat bulanan. Sebagai suami yang baik, tentu aku sangat memafhumi fitrahmu sebagai perempuan.
Tapi hingga seminggu. Dua minggu. Bahkan bulan telah berganti nama. Kau selalu menolak saat aku memintamu melakukan hubungan intim. Kau terus menghindar dengan ragam dalih dan tutur bahasa halus saat berulang kali kubilang ingin menyempurnakan nafkah batinku. Kau hanya berkenan dicumbui selain bagian tervital dari dirimu (hal 19-27).
Hukum di negeri ini rupanya hingga detik ini masih belum dapat diterapkan dengan adil dan merata. Tebang pilih. Orang bilang, “Tajam di bawah, tumpul di atas”. Artinya, jika yang berbuat kesalahan adalah rakyat kecil, maka proses hukum langsung dapat diproses dengan cepat. Berbeda halnya jika yang berbuat kesalahan adalah orang-orang besar, misalnya para pejabat yang tersandung kasus korupsi, biasanya proses hukumnya sangat berbelit bahkan ironisnya mereka dapat terbebas dari hukuman padahal berbagai bukti telah terpampang di depan mata. Seandainya masuk bui pun, mereka masih diperlakukan secara terhormat.
Cerpen berjudul “Sandal Jepit” mewakili hati nurani penulis yang merasa sangat prihatin dengan kondisi hukum di negeri ini yang masih tebang pilih. Karman, pemuda putus sekolah akibat ketiadaan biaya pendidikan formal yang mahal, terpaksa menjalani hari-harinya sebagai pemulung sampah. Terlebih setelah Karyo, bapaknya yang juga seorang pemulung, tak lagi bisa beraktivitas akibat penyakit yang kerap datang menderanya.
Suatu ketika, Karyo minta dibelikan sandal jepit, karena sandalnya yang lama sudah tak bisa dipakai lagi. Sebagai pemulung yang tak jelas pendapatan hariannya, ia berusaha secepatnya mengabulkan permintaan bapak yang sudah kian sepuh saja. Hingga pada suatu hari yang tak dinyana, Karman tergoda untuk mengambil sandal jepit yang tergeletak di sebuah mushala. Malang nian, aksi nekatnya dipergoki si empunya sandal.
Berikut saya sisipkan petikan cerpen Sandal Jepit:
“Sandal jepit yang ini berapa ya, Mbok?” Tanya karman sambil memegangi sandal jepit warna biru muda yang barusan ia keluarkan dari plastik bening pembungkusnya.
            “Oh, yang itu delapan ribu lima ratus, Man,” sahut Mbok Minah.    
Duh, berarti masih kurang. Uang sisa belanja buat beli beras, sayuran, dan melunasi hutang kemarin tinggal tiga ribu limaratus, gumam Karman sedih.
“Gimana, Man, sandalnya jadi apa nggak?” pertanyaan Mbok Minah sontak mengusir lelamun Karman (hal 76-82).
Meskipun karya fiksi, tapi cerita-cerita yang terangkum dalam buku sederhana ini terselip hikmah yang bisa dijadikan bahan renungan bersama. Untuk sementara, buku ini dapat dipesan langsung melalui penerbitnya. Khusus 100 pemesan pertama, mendapat diskon 10% dan bebas ongkos kirim. Pemesanan bisa langsung meng-inbox Facebook Pustaka Puitika, berikut link-nya: https://www.facebook.com/penerbitpustakapuitika19?pnref=story
 Terima kasih, semoga buku ini dapat menghibur dan bermanfaat.
***

Judul Buku : Hati yang Terbagi
Penulis : Sam Edy Yuswanto
Penerbit : Pustaka Puitika
Tahun Terbit : 2015
Dimensi : 12 X 19 Cm
Tebal : 103 Halaman
Kertas Isi : Hvs 70 Grm
Cover : Ivory 260 / Doff /
Isbn : 9786021621462
Harga
Normal : Rp. 36.500,-


*cover buku diambil dari koleksi pribadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar