Minggu, Juni 05, 2016

Orangtua, Guru Terbaik Bagi Anak*



*Resensi ini dimuat di Koran Harian Analisa, Rabu, 13 April 2016.


Judul Buku      : Orangtuanya Manusia
Penulis             : Munif Chatib
Penerbit           : Kaifa
Cetakan           : I, Mei 2015
Tebal               : xxiv + 216 halaman
ISBN               : 978-602-7870-92-5

            Seorang anak terdiri dari dua dimensi; jasmani dan ruhani. Kedua dimensi ini sama pentingnya bagi tumbuh dan berkembangnya anak. Tugas orangtua adalah memperhatikan kedua dimensi ini dan memenuhinya secara adil. Jangan sampai orangtua terjebak hanya memperhatikan anak dari satu dimensi saja, yakni dimensi jasmani, dan mengenyampingkan dimensi ruhani yang juga tak kalah prioritasnya.
            Dalam ilmu psikologi perkembangan, juga terdapat dua dimensi dalam diri seorang anak; fisiologi dan psikologi. Fisiologi melihat perkembangan anak pada sisi jasmaninya; fisik dan sel-sel otot yang akan membentuk kematangan fisiknya. Sementara sisi psikologi melihat perkembangan anak pada kehidupan masyarakat yang mengarah ke perkembangan mental, daya nalar (kognitif), perasaan (afektif), dan aktivitas (motorik). Kedua dimensi ini saling berkaitan erat dan tak boleh timpang sebelah (hal 2).
            Orangtua dan para guru harus berusaha memberikan perhatian serius pada faktor tumbuh kembang anak secara fisik dan psikis sejak usia dini. Khususnya ketika anak memasuki masa golden age (usia emas). Menurut Munif Chatib, penulis buku ini, pada minggu pertama kehamilan seorang ibu, mulai berlangsung masa golden age bagi si janin (jadi tidak tepat jika ada yang mengatakan masa golden age dimulai ketika bayi sudah terlahir).
            Kesimpulannya, usia anak 0 – 8 tahun disebut usia emas atau golden age. Pada usia 8 tahun, kinerja otak anak akan mengalami perkembangan hingga mencapai 80% dan selanjutnya akan mencapai 100% saat usianya telah mencapai 18 tahun. Masa golden age bagi seorang anak ibarat fondasi pada sebuah bangunan rumah. Jika fondasi tersebut dibangun dengan konstruksi besi yang kukuh dan kuat, menggunakan semen berkualitas, serta pasir dan kerikil terbaik, maka rumah tersebut akan berdiri tegak dan kokoh meskipun rumah tersebut memiliki beberapa tingkat. Sebaliknya, jika fondasi tersebut rapuh dan tidak terbangun dengan baik, maka rumah tersebut akan mudah roboh.
            Di antara tugas penting orangtua dan para tenaga pendidik (guru) adalah memberi perhatian yang serius pada faktor tumbuh kembang anak, baik secara fisik maupun psikis, terutama ketika anak berada dalam masa golden age. Jika orangtua gagal memberikan stimulus yang tepat, artinya hanya membangun fondasi ala kadarnya untuk buah hati tercinta, maka ketika anak telah menginjak usia remaja hingga dewasa, anak layaknya sebuah bangunan rumah dengan fondasi rapuh. Ini artinya, jika sewaktu-waktu anak berhadapan dengan masalah, ia akan mudah merasa pesimis, putus asa, dan tak memiliki semangat menghadapi dan menyelesaikannya. Bahkan, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang malas untuk berkarya atau mengembangkan potensinya (hal 14).
            Sering kali orangtua lupa bahwa disiplin adalah “akibat” dari tegaknya peraturan, sehingga orangtua kerap mengatakan bahwa anaknya tidak disiplin. Padahal kenyataannya anak tak pernah dikenalkan aturan tentang kedisiplinan. Jadi, kedisiplinan itu merupakan “kelanggengan” saat anak kita mematuhi peraturan yang sudah ia pahami. Jika tidak diawali dengan peraturan yang telah dijelaskan terlebih dahulu pada anak, seyogianya orangtua jangan mudah memberi label bahwa anak mereka tidak disiplin.
            Cara mendisiplinkan anak, sebagaimana diulas dalam buku ini, misalnya dengan cara learning by doing dan learning by example. Artinya, anak akan mematuhi peraturan yang sudah dipahami dengan cara diajak bersama-sama melakukannya dengan orangtua mencontohkannya terlebih dahulu. Misalnya, orangtua membuat peraturan tentang bangun pagi untuk shalat Shubuh. Cara paling efektif agar peraturan yang telah disepakati berhasil diterapkan adalah; orangtua harus membangunkan anak, mengajak berwudhu, dan melaksanakan shalat Shubuh bersama (hal 38-39).     
Buku ini menarik dan dapat dijadikan buku pegangan untuk membantu orangtua membimbing dan mendidik anak-anaknya dengan bijaksana (direview oleh: Sam Edy Y).
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar