Senin, Agustus 08, 2016

Meneladani Perangai Mulia Nabi*



*Review ini dimuat di koran Jateng Pos, 7 Agustus 2016


Judul Buku      : Love, Peace and Respect
Penulis             : Lalan Takhrudin
Penerbit           : Mizania
Cetakan           : I, Januari 2016
Tebal               : 318 halaman
ISBN               : 978-602-1337-86-8

            Nabi Muhammad Saw., adalah sosok panutan umat manusia di berbagai belahan bumi. Beliau adalah manusia pilihan yang memiliki perangai mulia dan selayaknya dijadikan teladan oleh kita semua. Salah satu perangai yang selayaknya diteladani adalah keramahan dan kebaikan hatinya ketika sedang bergaul dengan sesama.
            Setiap orang yang pernah mengenal beliau tentu sepakat mengatakan bahwa beliau adalah sosok yang santun dan senantiasa memperhatikan kebutuhan orang lain, baik kebutuhan lahir maupun batinnya. Beliau selalu bersikap ramah kepada siapa pun, seolah-olah beliau lupa untuk memperhatikan dirinya sendiri (hal 12-13).
            Ketika bersua dengan sesama, beliau selalu mendahului mengucap salam seraya mengulurkan tangannya. Beliau juga sosok yang sangat menyayangi anak-anak, terlebih anak yatim piatu. Beliau bahkan menjenguk orang yang sedang sakit sampai luar kota yang jauh dan senantiasa memaafkan orang-orang yang meminta maaf padanya.
            Berbuat baik pada setiap manusia, meski kebaikan tersebut sepintas terlihat sepele, adalah termasuk perangai mulia yang pernah diteladankan oleh beliau. Terkait hal ini, beliau pernah memberi nasihat bijak pada sahabatnya yang bernama Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, janganlah menganggap sepele amal kebaikan sekalipun tampaknya kecil, misalnya, ketika menyambut kawan dengan muka yang berseri-seri”.
            Terhadap sahabat lainnya yang bernama Anas, beliau juga memberi wejangan bijak, “Wajib bagimu berperangai yang baik dan banyak diam. Dan demi Zat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, tidak ada kebaikan bagi manusia yang menandingi keduanya”. Sementara dalam hadits lain (riwayat Al-Baihaqi dan diterima dari Abu Hurairah r.a.) beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang mudah dalam pergaulan dan bermuka manis” (hal 24).
            Menurut beliau, senyum dan bicara yang baik termasuk sedekah. Sebagaimana ditegaskan dalam hadits riwayat Ahmad dan Muslim, “Dan senyummu di depan saudaramu adalah sedekah. Dan barang siapa sanggup di antaramu menjaga diri dari api neraka, hendaklah ia bersedekah dengan sebelah buah kurma. Dan barang siapa tidak mempunyainya, hendaklah dengan mengucapkan perkataan yang baik” (hal 30).
Amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran) dengan cara-cara santun dan penuh kelembutan adalah termasuk kewajiban setiap umat Islam. Bahkan, meski kita masih belum bisa terhindar dari perbuatan dosa, kita tetap diperintahkan untuk berusaha mengajak orang lain pada kebenaran dan menjauhi kemaksiatan.
Imam Al-tirmidzi meriwayatkan, bahwa suatu ketika Anas r.a. bertanya pada Rasulullah Saw., “Ya Rasulullah, apakah kami tidak boleh menyuruh orang berbuat baik, sebelum kami mengerjakan semua kebaikan itu? Dan tak bolehkah kami melarang orang dari perbuatan jahat, sebelum kami dapat meninggalkan semuanya?” Rasulullah menjawab, “Justru suruhlah orang untuk senantiasa berbuat baik, walaupun engkau belum melaksanakan semuanya; dan laranglah orang dari perbuatan jahat, walaupun engkau belum meninggalkan semuanya” (hal 74).
            Hal paling penting ketika kita hendak melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah; berusaha menjaga perasaan orang lain. Jangan sampai kita merasa paling benar sendiri, lantas menganggap apa yang dilakukan orang lain keliru. Sebab, perbuatan baik, apa pun bentuknya, jika dilakukan dengan cara yang tidak baik, misalnya dengan ucapan menggurui atau menyakitkan, maka kebaikan yang kita sampaikan tentu tak ada gunanya.
            Sesungguhnya sikap manis (termasuk saat berdakwah) itu lebih menyenangkan orang lain daripada sikap dan muka masam, sebagaimana dengan madu kita akan lebih mudah menangkap lalat daripada menggunakan air cuka. Dengan kebaikan dan kesantunan, kita akan lebih mudah meyakinkan dan mengubah pendirian orang sekaligus menarik simpatinya daripada dengan sikap-sikap arogan (hal 117).
            Melalui buku ini, penulis mengajak kita agar mengenali perangai mulia Nabi Muhammad Saw. Besar harapan, semoga kita dapat meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari.
***

2 komentar: