Jumat, November 14, 2014

Sebatang Lidi



*Cerita anak (cernak) ini pernah dimuat Koran Kedaulatan Rakyat, Minggu 25 Mei 2014.

            Sebatang lidi terlepas dari ikatan sapu lidi saat sedang dipergunakan oleh Pak Jamal untuk menyapu halaman rumahnya di pagi yang berselimut mendung tebal itu.
           “Tolong! Tolong aku Pak Jamal, satukan kembali aku dengan kawan-kawanku! Aku takut sendirian!” teriak sebatang lidi yang tergeletak di halaman rumah Pak Jamal. Ah, tapi, mana mungkin Pak Jamal bisa mendengar teriakan lidi itu? Menit berikutnya, Pak Jamal langsung tergesa masuk ke dalam rumahnya karena gerimis tiba-tiba meluncur dari langit.
Sebatang lidi itu terus berteriak minta tolong agar dipersatukan kembali dengan kawan-kawannya yang berjumlah lebih dari seratus buah dan di pangkalnya terikat tali yang terbuat dari kulit pelepah daun kelapa yang sudah dikeringkan. Namun sebatang lidi itu lekas tersadar bahwa sekencang apa pun ia berteriak, Pak Jamal tak akan pernah bisa mendengar teriaknya. Ia lantas memanggil kawan-kawan sesama lidi, yang terikat menjadi sebuah sapu lidi, yang barusan diletakkan Pak Jamal di emperan rumah.
            “Tolong aku, Kawan! Aku takut hujan! Aku kedinginan!” teriak lidi memelas.
“Lidi, bertahanlah, aku yakin nanti Pak Jamal akan memungutmu dan menyatukan kembali bersama kita!” teriak salah satu lidi yang tersimpul di sapu lidi itu, berusaha menghiburnya.
“Iya, Lidi. Pak Jamal pasti akan menemukanmu,” teriak lidi yang lain mencoba menularkan semangat agar jangan menyerah.
Lap! Jlegerrr!
Tiba-tiba kilat membelah langit diiringi gelegar guntur yang memekakkan telinga para penghuni bumi. Lidi yang sekujur tubuhnya telah basah kuyup itu terlonjak kaget. Selanjutnya ia hanya bisa menangis karena ketakutan. Tubuhnya gemetaran.
“Ya, Tuhan, lindungilah kawanku yang malang itu,” gumam salah satu lidi yang berada dalam ikatan sapu lidi dengan air mata berlinang.
Sementara hujan terus mengguyur bumi dengan deras. Sesekali, petir dan guntur saling bersaut, menambah suasana kian terasa mencekam. Hingga sebatang lidi yang semula berada di tengah halaman, akhirnya hanyut terbawa arus air yang mengguyur halaman rumah Pak Jamal.
“Tolooongg!” teriak lidi saat tubuhnya terbawa arus hujan.
“Lidi! Bertahanlah pada batu besar yang ada di depanmu itu!” teriak lidi yang berada di ikatan sapu lidi dengan cemas. Sebagian kawan-kawan sesama lidi hanya bisa menangis dan menjerit-jerit tak kuasa melihat sahabatnya yang tengah diancam bahaya. Sebagian yang lain terlihat memanjatkan doa agar sahabatnya itu bisa selamat dari arus banjir.
Untunglah, arus hujan itu akhirnya mengantarkan lidi tersebut pada sebuah batu besar yang kemudian menopang tubuhnya dari arus deras yang terus mengalir hingga bermuara di sebuah sungai lebar dan keruh.
“Tenang lidi, jangan menangis terus, aku akan menopangmu hingga hujan berhenti dan Pak Jamal akan kembali menemukanmu,” hibur batu besar hitam yang langsung menopang sekujur tubuh lidi yang terus menangis ketakutan.
“Aku…, aku takut sekali, aku takut terbawa arus sungai deras itu,” ucap lidi terbata-bata, sementara pandangannya menatap ngeri ke arah sungai yang hanya beberapa senti dari sebelah batu besar itu. Ya, rumah Pak Jamal memang berada di pinggiran sungai besar. Selama ini, Pak Jamal memang terkenal baik hati dan peduli dengan lingkungan sekitar. Pak Jamal selalu mengajarkan anak-anak di kampungnya, agar membiasakan hidup bersih, termasuk jangan buang sampah sembarangan, karena bisa mengakibatkan banjir dan menimbulkan wabah penyakit.
“Tenang, aku akan memegangi tubuhmu, agar air hujan tak membawamu menuju sungai itu,” kata si batu seraya memegangi kuat-kuat lidi yang sekujur tubuhnya gemetaran.
Sejam kemudian, hujan pun berhenti. Lidi langsung mengucapkan kalimat syukur karena bisa terbebas dari genangan air hujan yang nyaris membuatnya hanyut terbawa air sungai yang deras. Lidi juga mengucapkan terima kasih pada batu besar hitam yang telah menyelamatkan nyawanya.
“Hei, lidi, lihatlah!” teriak si batu, membuat lidi yang sedang melamun kaget dibuatnya.
“Ada apa batu yang baik?” Tanya lidi dengan raut heran.
“Itu Pak Jamal datang, sepertinya ia melihat keberadaanmu!” ujar batu besar dengan wajah riang. Lidi lekas memalingkan wajah ke arah Pak Jamal yang sedang mendekati dirinya. Lidi yang semula terlihat sedih, kini berubah riang.
“Ya, Tuhan, semoga saja Pak Jamal akan memungutku dan kembali menyatukan dengan kawan-kawanku, agar aku bisa membantu membersihkan halaman rumahnya setiap hari,” doa lidi dalam hati.
Ternyata doa lidi langsung dikabulkan Tuhan. Pak Jamal melihat keberadaan dirinya dan langsung memungut untuk disatukan kembali dengan ratusan lidi yang terikat dalam sapu lidi itu.
***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar