Selasa, Desember 15, 2015

Angkot Trio Macan*



 *Cerpen ini telah dimuat di Annida-Online tahun 2012

            Beberapa hari terakhir ini, teman-teman sesama sopir angkot, tukang ojek dan tukang becak, ramai membincang penyanyi dangdut Trio Macan, beranggotakan tiga cewek cantik yang selalu berbusana seksi ketika tampil di atas panggung dengan mengusung goyang maut yang bisa merontokkan keimanan kaum lelaki.
Aku sendiri kurang begitu menahu, siapa itu Trio Macan. Namanya saja baru mendenging di gendang telingaku tempo hari. Itu pun lewat Tarjo, kernet angkotku yang waktu itu sedang memutar keras-keras lagu Iwak Peyek di hape Cina-nya. Dan, aku memang tak begitu peduli dengan ingar bingar dunia musik, juga artis-artis cantik yang kerap jadi bahan obrolan teman-temanku ketika sedang ngumpul di warung kopinya Mbok Iyem sembari meluruh penat.
Jujur, aku harus bilang, tak ada waktu buat memikir hal remeh-temeh seperti itu. Yang aku pikirkan saat ini hanyalah bagaimana caranya tetap bisa kejar setoran. Agar dapur istriku tetap mengebul dan kedua anakku bisa melanjut sekolah. Terlebih, harga-harga sembako jelang Ramadhan dan menyambut lebaran pasti akan semakin sengit melangit.
            “Eh, katanya sebentar lagi, Trio Macan tampil di alun-alun kota, ya? Wah, kalau iya, aku pasti akan nonton di baris paling depan, soalnya selama ini kan aku hanya lihat goyangan mereka di tivi,” celetuk Karyo, tukang becak yang biasa mangkal di perempatan lampu merah, seraya terkekeh sebelum akhirnya menyeruput cangkir kopi di warung Mbok Iyem sore itu.
            “Hah, yang bener? Kamu dapat informasi dari siapa, Yo?” sahut Badrun, salah satu dari beberapa sopir angkot yang biasa mangkal di perempatan jalan dekat stanpalt colt, dengan raut semangat.
            “Oalah, Kang, Kang! Sampean itu kok bisa ketinggalan info, hahaha,” celetuk Dasino, tukang ojek yang usianya belum genap 30 seraya menjambal pisang goreng yang barusan diangkat dari penggorengan.
            Mendengar obrolan ngalor-ngidul seputar Trio Macan dari teman-teman senasib seperjuangan, aku hanya manggut-manggut saja, lantas meraih cangkir kopi dan menyeruputnya pelan. Sesekali, aku terkekeh geli mendengar mereka saling melontar banyolan segar. Paling tidak, penatku sedikit sirna usai bekerja seharian, saat mendengar guyonan mereka.
***
            Beberapa minggu terakhir ini, tidak tahu kenapa, angkotku selalu sepi penumpang. Dan itu berimbas pada penghasilanku yang otomatis berkurang. Parni, istriku sampai mengeluh, apalagi bulan-bulan ini banyak nian kondangan. Salah satu tradisi di daerahku, jika jelang Ramadhan, banyak tetangga yang mengadakan hajatan nikahan. Dan itu membuatku kian kelimpungan saja nyari utangan buat menyelip angpao di gentong-gentong yang disediakan pada setiap hajatan.
            “Sudah nunggu lama, ya, Kang?” Tarjo yang sejak tadi kutunggu-tunggu kedatangannya tiba-tiba saja nongol dan mengagetkanku yang sedang dibikin puyeng kejar setoran.
            “Pagi-pagi kok sudah ngalamun, Kang! Hayoo, jangan-jangan lagi ngalamunin Trio Macan, ya?” terka Tarjo cengar-cengir sambil mengipas-ngipaskan topi partai kumal andalannya ke wajah legamnya yang kian mengkilat terjilat sinar mentari saban hari.
            Ealah, kamu ini aneh-aneh saja, tho, Jo. Wong aku ini lagi mumet gimana caranya bisa dapat duit banyak. Kamu tahu sendiri kan, akhir-akhir ini angkot kita selalu sepi penumpang,” tandasku serius.
            Tarjo terdiam. Dahinya tampak kerut-merut, menandakan ia sedang serius memikirkan sesuatu.
            “Kamu enak, Jo, Jo. Masih bujangan. Belum punya tanggungan banyak kayak aku,” lanjutku.
            “Eh, Kang, aku punya ide,” cetus Tarjo tiba-tiba dengan wajah sumringah, persis kayak orang yang baru menang lotre.
            “Ide apa, Jo?” tanyaku penasaran.
            “Mungkin salah satu penyebab angkot jadi sepi penumpang, karena angkot kita perlu sedikit dipermak, Kang!” ujar Tarjo dengan mimik serius.
            “Dipermak? Dipermak gimana?” aku benar-benar tak paham maksudnya.
            “Begini, Kang. Gimana kalau kita cat saja angkotnya biar kelihatan baru dan lebih presh (kepinginnya sih bilang ‘fresh’ tapi mulut Tarjo yang hanya mengenyam pojokan bangku SD itu tak pernah bisa fasih melafazkannya), lalu kita tulis kata-kata yang bisa bikin para penumpang tertarik naik angkot kita. Gimana, Kang?” terang Tarjo sebegitu yakinnya.
            Sejenak aku terdiam. Lalu…
            Ya. Bener, bener. Aku setuju usulmu. Tapi…, kira-kira tulisan apa yang bisa menarik para penumpang, Jo?”
“IWAK PEYEK TRIO MACAN!” Tarjo mengeja kalimat itu dengan tegas, lantang dan mantap.
            Aku tersenyum dikulum. Terkekeh. Kepalaku naik turun.
            Ya, ya, ya…, menarik, menarik, Jo,” kedua mataku langsung berbinar.
***
            Tiga hari kemudian, angkotku telah disulap dengan warna biru langit. Bagian belakang angkot terpajang gambar tiga wanita seksi mengenakan ­tank top dan rok mini dengan pose yang berbeda-beda. Di bawahnya tertulis huruf kapital besar-besar dengan warna merah menyala; IWAK PEYEK TRIO MACAN. Di kaca angkot bagian depan juga tertulis kalimat senada warna merah, tapi formatnya lebih kecil.  
            Dan entah, apakah tulisan dan gambar Trio Macan itu benar-benar menjadi “magnet ajaib” yang berpengaruh besar terhadap nasib angkotku, aku sendiri tak bisa seratus persen memastikan. Yang jelas aku sangat bersyukur, karena semenjak dipermak, angkotku kembali ramai dipenuhi para penumpang.
Uniknya, kebanyakan para penumpangnya adalah kaum lelaki, sebagian anak-anak SMA dan mahasiswa. Betapa aku benar-benar bersyukur dan berterima kasih pada Tarjo yang telah mecetuskan ide brilian itu. Parni pun sudah tidak cemberut lagi, karena penghasilanku kembali normal bahkan terkadang bisa membawa pulang uang lebih banyak dari biasanya. Hutang-hutangku perlahan bisa kulunasi dan dapurku pun kembali lancar mengebul. SPP kedua anakku yang masih duduk di bangku SD yang sempat menunggak dua bulan pun bisa terbayarkan.
***
            “Trio Macan itu benar-benar membawa hoki buat angkot kita ya, Jo,” ujarku pada Tarjo saat tengah beristirahat sambil ngopi di warungnya Mbok Iyem siang itu.
            Iya, Kang. Padahal tadinya aku cuma iseng, hahaha,” sahut Tarjo terkekeh.
            “Ah, andai saja aku bisa bertemu Trio Macan, Kang, alamaaak!” hayal Tarjo sambil menyeruput cangkir kopinya. Spontan aku langsung melempar mukanya dengan kulit kacang godok.
            “Kamu itu jadi orang mbok ya jangan terlalu berkhayal, Jo, Jo,” aku geleng-geleng kepala seraya tersenyum geli.
            “Ya, nggak apa-apa to, Kang! Orang-orang kecil seperti kita ini kan memang bisanya cuma berhayal! Hehehe,” sahutnya sambil cengar-cengir.
            Wah, para penggemar Iwak Peyek lagi pada ngumpul di sini rupanya,” tiba-tiba Karyo datang dan langsung duduk di sebelahku sambil melepas topi kumalnya, lalu mengipas-ngipaskan ke wajahnya yang bertabur keringat. Kerasnya garis kehidupan terpancar jelas di gurat wajahnya yang kian terlipat oleh keriput.
            Ngopi dulu, Kang Karyo,” tawarku.
            Iya, boleh, ditraktir, kan?” sahut Karyo dengan senyum khasnya.
            Iya, jangan khawatir, Kang, tak bayarin nanti,” seraya menepuk-nepuk pundaknya. Lelaki yang usianya telah mencapai 42 tahun itu telah menjadi tukang becak sejak masih muda. Benar juga kata pepatah, yang namanya buah itu kalau jatuh pasti tak akan jauh-jauh dari batang pohonnya. Profesi bapaknya Karyo yang penarik becak itu ternyata menurun pada anak lelakinya.
            Sedang asyik-asyiknya minum kopi sambil ngobrol ngalor-ngidul, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara keributan. Sepertinya suara-suara itu tak jauh dari warungnya Mbok Iyem. Mungkin di jalan utama, sekitar lima puluh meter dari warung ini.
Mendengar teriakan-teriakan mereka, sepertinya sedang terjadi demo besar-besaran. Ya! Akhir-akhir ini memang kerap terjadi aksi demonstrasi. Mulai demo para guru GTT yang minta untuk segera diangkat jadi pegawai negeri, demo para buruh yang minta dinaikkan gajinya, menuntut turun bupati yang tertangkap basah mengorupsi uang rakyat dan menerima suap, dan masih banyak lagi demo-demo lainnya.
Yang aku tahu, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh ribuan massa itu kerap menimbulkan jalanan macet total. Imbasnya pun fatal. Karena aku tak bisa narik angkot, kadang hingga seharian. Itu artinya aku dan sopir angkot yang lain jadi menganggur, lalu pulang ke rumah dengan tangan hampa dan disambut istri dengan muka masam.  
            “Kaang! Kang Dirman! Ketiwasan, Kang!” tiba-tiba Badrun datang dengan tergopoh-gopoh.
            “Ada apa, Drun. Ada demo apa lagi?” tanyaku penasaran.
            “Angkotnya Kang Dirman dibakar massa!” jelas Badrun dengan nafas memburu.
            “Apa?” aku terlonjak hingga cangkir kopi di hadapanku tersenggol tangan dan langsung tumpah. Kedua telingaku seperti tersengat ribuan lebah.
            Iya, Kang. Mereka itu para pendemo yang menolak keras Trio Macan manggung di kota ini, dan mereka membakar poster-poster yang ada gambarnya Trio Macan. Mereka juga langsung ngamuk begitu melihat gambar Trio Macan di angkot Kang Dirman!” terang Badrun panjang lebar.
            Tubuhku langsung melemas seketika. Penjelasan Badrun benar-benar membuatku shock. Dengan sisa-sisa tenaga yang masih tersisa, kami berempat bersigegas menuju tempat kejadian.
***
            Dengan tatap nanar, aku hanya bisa memandangi angkotku yang kini telah berubah warna. Menjadi gosong kehitam-hitaman. Sisa-sisa asap masih mengepul dari atap angkotku. Massa yang barusan berdemo telah bubar. Dadaku bergolak hebat. Wajahku pias. Aku tak tahu harus melampiaskan kemarahanku pada siapa. Aku meradang, tapi aku hanya mampu terisak.
            “Maafkan aku, Kang. Kalau saja aku tak mencetuskan ide itu, pasti angkot kita nggak bakal bernasib tragis seperti ini…,”
            Ucapan Tarjo yang penuh dengan nada penyesalan membuatku tersudut pada titik sadar. Ternyata Trio Macan bukan membawa hoki, tapi membawa petaka besar dalam hidupku.
***
Puring Kebumen, 2009 - 2012.
Terinspirasi dari pencekalan artis-artis berpenampilan seksi di beberapa kota.
 
*ilustrasi diambil dari web Annida-Online.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar