Jumat, Oktober 21, 2016

Mengelola Kesedihan dengan Bijak*




*Resensi ini dimuat di koran Kabar Madura, Kamis, 20 Oktober 2016



Judul Buku : Ya Allah Dia Bukan Jodohku
Penulis : Ahmad Rifa’i Rif’an
Penerbit : Mizania
Cetakan : I, Agustus 2016
Tebal : 144 halaman
ISBN : 978-602-418-045-4




            Salah satu peristiwa menyedihkan dalam kehidupan ini adalah ketika kita merasa sangat takut kehilangan sesuatu. Misalnya kehilangan sosok orang yang berharga dan sangat kita cintai dalam hidup ini. Ya. Memang manusiawi jika kita merasa berat ketika harus kehilangan (berpisah) dengan orang yang kita cintai. Ada satu hal yang perlu untuk kita renungi, bahwa pertemuan dan perpisahan adalah dua hal yang bertolak belakang dan mau tidak mau akan dialami oleh setiap makhluk yang bernyawa, terlebih manusia.
            Sebenarnya ada satu prinsip penting yang seharusnya selalu kita pegang dalam berbagai situasi dan kondisi. Prinsip bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Dzat yang seharusnya kita cintai dan sayangi melebihi apa pun di muka bumi ini. Saya yakin, bila kita telah memegang prinsip ini dengan kuat, maka ketika suatu hari kita harus berpisah, misalnya berpisah dengan orang yang kita cintai, insya Allah kita dapat mengatasi kesedihan tersebut dengan bijak tanpa harus terpuruk dalam kesedihan berlarut-larut. Bukankah setiap sesuatu di dunia ini hanya milik Allah yang dapat sewaktu-waktu diambil oleh-Nya?
            Ketika kita telah menjadikan Allah sebagai Dzat yang paling kita cintai, agungkan, patuhi, dan takuti dibandingkan siapa pun di dunia ini, maka kehidupan yang kita jalani akan mengarah pada kedamaian dan kebahagiaan hakiki. Tidak hanya kebahagiaan hidup di dunia ini saja, akan tetapi kebahagiaan hidup di akhirat kelak (hal 13).
            Hal yang seharusnya selalu diwaspadai, bahwa melakukan apa pun (dengan mengatasnamakan cinta) kepada orang lain, adalah merupakan kebodohan yang nyata. Sebab, tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nya. Sungguh, betapa sangat meruginya jika atas nama cinta kita hanya sibuk melayani orang lain yang kita sayangi, sementara kita mengabaikan Tuhan bahkan melalaikan perintah dan larangan-Nya (hal 30).
            Memang, yang namanya masalah hidup, termasuk perpisahan, dapat membuat hidup kita terpuruk, menderita dan merasa putus asa menjalani hidup. Namun, jika kita selalu memegang prinsip bahwa setiap kejadian selalu menyimpan hikmah dan manfaat, niscaya apa pun masalah yang datang menghadang, akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat, bijak, dan dewasa (hal 66).
            Menurut penulis, kalkulasi usia manusia tidak secara linier membentuk kedewasaan berpikir seseorang. Ada yang usianya sudah menua tapi sifat dan perilakunya masih kekanak-kanakan. Demikian sebaliknya, ada yang usianya masih belia, tapi nyatanya ia mampu bersikap lebih bijak dan dewasa. Salah satu faktor yang dapat membentuk kedewasaan seseorang adalah tingkat masalah dan kesulitan yang berhasil dihadapinya.
            Masalah atau ujian hidup, pada hakikatnya adalah suatu kondisi di mana kita sedang diuji oleh-Nya agar dapat menjadi pribadi dengan kualitas yang semakin tinggi dan tangguh. Maka, hal yang harus kita lakukan adalah berusaha untuk terus memperbaiki diri agar Allah juga berkenan menjadikan kita sosok tangguh dan mengangkat derajat kita agar lebih mulia (hal 68).
            Ujian dalam hidup, sangat berpotensi mendekatkan kita dengan-Nya. Bukankah getirnya hidup sering kali mengajarkan kita bagaimana cara berdoa dan bersujud dengan tulus? Ya, diakui atau tidak, banyak di antara kita yang baru tersadar dan lantas mengingat keberadaan Allah, ketika kita tengah mengalami kesedihan dan penderitaan. Maka, sudah saatnya kita berusaha menjadikan sebuah ujian sebagai sarana untuk selalu introspeksi diri, mengilangkan ego dan kesombongan di dalam diri, dan semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt (hal 80).
            Buku ini cukup menarik, berisi tentang cara mengelola kesedihan (dengan bijak) ketika harus berpisah dengan orang yang berarti dalam hidup ini. Harapannya, mudah-mudahan buku ini dapat menjadi pelipur lara sekaligus sebagai sarana mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta (Peresensi: Sam Edy Yuswanto).
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar