Kamis, November 17, 2016

Hidup Melayani yang Lain



*Tulisan ini dimuat Koran Sindo, Minggu 30 Oktober 2016

Judul Buku      : A Tribute to Others
Penulis             : Jamil Azzaini
Penerbit           : Mizan
Cetakan           : I, Agustus 2016
Tebal               : 188 halaman
ISBN               : 978-602-418-077-5

            “Dunia saat ini berubah sangat cepat. Perlu banyak orang yang memiliki komitmen dan bersedia mendorong orang lain untuk bertumbuh”. Itulah pesan penting penulis dalam buku motivasi ini. Arti bertumbuh di sini adalah berusaha meluangkan waktu, ilmu, dan energi untuk membantu orang lain agar lebih sukses dan berada pada derajat hidup lebih tinggi.
            Sebagian orang merasa bisa menjalani hidup bahagia tanpa berinteraksi dengan banyak orang. Mereka hanya intensif berinteraksi dengan diri sendiri, keluarga dan sahabat lama. Akibatnya, mereka banyak sekali mengalami kerugian. Misalnya, sulit diajak berubah dan mudah tersinggung saat berseberangan pendapat dengan orang lain (hal 18).
Orang-orang yang hanya berinteraksi dengan diri sendiri, keluarga dan teman dekat yang itu-itu saja, bisa jadi sedang terkena penyakit loneliness (kesepian). Boleh jadi hartanya banyak, tapi hati terasa hampa, sepi dalam keramaian. Maka, hal yang sebaiknya dilakukan adalah; segera keluar dari kondisi tersebut, perbanyak relasi dan sahabat. Sahabat itu penting bagi kehidupan dunia dan akhirat.
            Mungkin, sebagian orang berpikir, “Boro-boro mikirin orang lain, mikir diri sendiri saja sulit!”. Orang yang punya pemikiran seperti ini, biasanya tak pernah menjadi ‘besar’ dan sukses (hal 41). Ikut memikirkan orang lain, pertanda ia bukan sosok egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Membantu orang lain atau istilah penulis “menciptakan panggung bagi orang lain” justru memberi energi positif dan manfaat berlipat ganda, baik manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain (hal 44).    
            Jika ia mau mengangkat derajat orang lain, secara tak langsung derajatnya terangkat karena ia dituntut lebih banyak belajar, berusaha dan banyak mencari solusi. Ini artinya, ia kian terasah menjadi lebih “hebat”. Proses “menghebatkan” diri sendiri dengan cara “menghebatkan” orang lain ini sama dengan kerja cerdas. Ibarat pepatah “sekali mendayung 2-3 pulau terlampaui” (hal 46).
            Menurut penulis, tabiat ilmu berbeda dengan tabiat benda. Jika benda, misalnya memiliki apel 3 buah, lalu diberikan orang lain 1 buah, maka tinggal tersisa 2 buah. Tapi jika memiliki 2 ilmu, lalu 1 ilmu diberikan orang lain, maka ilmu tersebut tak akan berkurang, justru kian bertambah banyak. Sebab, sebelum ia memberikan ilmu, ia pasti akan berusaha memelajari, mendalami, dan memperluas ilmu yang akan diberikan orang lain.
            Dengan pertambahan ilmu dan keahlian itulah ia akan menjadi rujukan banyak orang dan dikenal sebagai ahli di bidang yang ditekuninya. Terkait hal ini, penulis memberi contoh; dalam urusan perbankan, dikenal sosok Robby Djohan, lelaki yang telah melahirkan banyak bankir profesional di negeri ini. Sementara di bidang entrepreneur muda, sosok Jaya Setiabudi layak diteladani karena telah melahirkan para pengusaha belia di Indonesia bahkan di antaranya telah menjadi exportir dan miliarder muda (hal 47).

Melayani Orang Lain
            Hidup hakikatnya adalah untuk melayani orang lain. Bagi orangtua, hidup melayani anak. Bagi anak, hidup melayani orangtua. Bagi karyawan dan pebisnis, hidup melayani customer, baik customer eksternal maupun internal. Bagi seorang pemimpin, hidup adalah melayani orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Begitu seterusnya (hal 111).
            Satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa melayani itu bukan sekadar melayani. Menurut penulis, melayani orang lain harus dilakukan sepenuh hati. Sebab isi hati menentukan kualitas kata-kata yang terlontar dari bibirnya. Ibarat sebuah teko yang berisi susu, ketika dituangkan dalam gelas akan keluar susu. Tapi jika teko tersebut berisi comberan, yang keluar pun comberan menjijikkan.
            Ada 3 tips yang ditawarkan penulis, agar hati selalu terjaga kejernihannya sehingga yang terucap juga kata-kata jernih dan menyejukkan pendengarnya. Pertama, pastikan apa yang masuk ke pikiran dan hati adalah informasi atau ilmu yang bergizi. Sesibuk apa pun, berusahalah meluangkan waktu untuk memasukkan pesan-pesan mulia dalam kitab suci. Kedua, selalu berpikir jernih (positif) dalam berbagai situasi. Jauhi beragam penyakit hati, seperti iri, dengki, sombong, malas, dll. Yakinlah bahwa tiap kejadian pasti ada hikmah di baliknya. Ketiga, berusaha memuliakan orang lain tanpa memilah-milah kedudukannya.
            Buku ini mengajak pembaca agar senantiasa meningkatkan kualitas diri dengan cara melayani orang lain dengan sepenuh hati.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar