Jumat, Juli 25, 2014

Cerita Tentang Gilang



*Cerpen ini dimuat di Majalah Joe Fiksi

Perkenalkan. Namaku Gadis. Lengkapnya Gadis Wulandari. Orangtua dan teman-teman biasa memanggil nama depannya saja: Gadis. Saat ini aku baru kelas 2 SMA. Sebagaimana jamaknya gadis-gadis yang menyukai musik, begitu juga aku, terlebih musik-musik yang diusung oleh anak-anak band dengan vokalis yang good looking punya.
Adalah Buaya Band, grup band yang saat ini lagi nge-top dan digandrungi teman-teman sekolah, termasuk aku tentu saja. Gilang, vokalis band tersebut, selain bertampang kiyut bin cool, juga dikaruniai cengkok suara yang empuk. Masih berasa hangat dalam memori ingatan, saat beberapa waktu lalu, aku merasa menjadi gadis yang sangat beruntung Ya, karena aku berkesempatan mengenal lebih dekat vokalis yang selalu dipuja teman-teman sekolahku. Awal perkenalanku dengan Gilang bermula saat di kotaku tengah menggelar konser musik yang salah satunya diisi oleh Buaya Band.
Kebetulan, waktu itu aku menjadi salah satu panitia promo konsernya. Dan, aku tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu untuk kenal lebih dekat dengan Gilang. Dasar nasib, tak hanya jadi panitia, aku bahkan didaulat mendampingi mereka saat diwawancarai salah satu radio terkemuka di kotaku. Seusai acara, aku menjabat tangan Gilang erat. Kami pun saling bertukar nomor handphone.
Malamnya, saat kedua kelopak mataku sulit terkatup membayang ulang saat-saat mendampingi Gilang diwawancara, tak dinyana dia menelponku…
“Halo, ini Gadis, ya?” sapanya manis saat tubuhku mendadak terpatung di bibir ranjang. Sungguh, aku benar-benar masih belum memercayai suara yang mengalun merdu di ujung selulerku.
“E..e… i…iiya,” aku tak kuasa melawan gugup yang tiba-tiba saja mengetuk-ngetuk dadaku.
“Aku ngganggu nggak, nih,” katanya tanpa memberi jeda buatku mengatur degup jantung yang kian tak karuan.
“Ngg…nggak, kok,”
“Kalau gitu, bisa ke sini nggak,” kalimatnya kali ini membuatku nyaris pingsan. Berkali kucubiti pipi dan tangan, tapi tetap saja rasanya sakit. O, Tuhan. Berarti…aku memang tidak sedang bermimpi?
“Aku lagi bete, nih. Temenin aku, ya? Bisa?” lanjut Gilang dengan nada sangat berharap aku mengiyakan ajakannya. O, MG! Mana mungkin aku mengabai tawaran manis cowok ganteng selebritis kondang itu? Cowok yang selama ini beberapa kali menghiasi bunga tidurku? Hei, tubuhku serasa melayang tinggi dibawa terbang oleh hayali indahku.
“Ya, bi… bisa,” meski terbata, tapi dengan mantap aku langsung mengiyakan. Lantas, dengan mengendarai motor matic, aku pun meluncur ke hotel di mana ia dan para personil Buaya Band lainnya menginap.
***
            Sempat celingukan, sebelum akhirnya jari telunjukku—dengan rada gemetar—memencet tombol pintu kamar hotel nomor 21, sebagaimana pesan Gilang agar aku langsung menuju ke kamarnya. Untung, resepsionis hotel masih ingat wajahku yang kemarin chek in kamar buat para personil Buaya band. Aku terpaksa bohong padanya, bahwa aku masih ada sedikit wawancara dengan mereka. 
Dan saat pintu telah terkuak...
            “Hei, masuk aja, kok bengong,” sambut Gilang setengah berbisik.
Entah kenapa aku masih diserbu ragu dan hanya bergeming di depan pintu. Ups! Masuk ke kamar cowok sendirian? Aduh, gimana, nih? Selama ini aku belum pernah masuk ke kamar cowok seorang diri. Meski teman satu kos sekali pun.
           “Ssst… buruan masuk, kalau ada orang yang lihat, ntar bisa jadi gosip,” lanjutnya setengah berbisik. Dan, entah, siapa yang memulai, aku tak ingat. Yang jelas, detik berikut, aku telah berada di dalam kamarnya.
            “Eh, ngg… nggak usah dikunci, Mm… Maas,” mendadak aku diserbu panik. Wajahku berasa tegang bukan main ketika melihat Gilang memutar anak kunci kamarnya. Tapi Gilang malah tertawa lebar.
“Hei, tenang saja, jangan berpikir negatif, aku nggak bakal ngapa-ngapain kamu, kok,” Gilang mengulas senyum manis. Rautnya seperti membaca kekhawatiran yang menggayuti benakku. Jujur, aku sangat senang mendapat penghormatan diundang orang yang aku idolakan. Tapi entah, ada perasaan was-was yang mengalir deras dalam dadaku. Namun, fikiran burukku perlahan enyah saat kulihat tak ada gelagatnya yang mencurigakan.
           “Teman-teman Mas Gilang pada ke mana nih, memang nggak sekamar?” tanyaku berbasa-basi.
           “Mereka nggak biasa tidur rame-rame dalam satu kamar,” ujarnya santai.
            Lalu, kami pun terbawa dalam obrolan. Ternyata dia familiar sekali orangnya. Enak diajak ngobrol banyak hal. Persis kayak teman yang sudah lama kenal. Rasa takut yang semula merambati hati pun hilang entah ke mana. Sementara malam kian merambat larut. Hmm, tak bisa kubayangkan, andai teman-teman nanti kuceritakan hal ini, pasti mereka bakal ngiri bombay padaku.
           Merasa telah cukup lama bersama Gilang, aku pun pamit pulang. Namun, tanpa kuduga, dia menarik tanganku dan memberiku ciuman di kedua pipiku. Kejadiannya begitu cepat sehingga aku tak kuasa untuk menolak. Entahlah, bagaimana warna mukaku saat Gilang mencium pipiku. Anehnya, aku hanya bergeming laksa patung.
            Dan, aku tercekat luar biasa, saat Gilang tiba-tiba mendekap dari belakang dan mendorong kasar tubuhku ke ranjang. Tentu saja aku meronta. Dan dengan terpaksa, aku menendang bagian perutnya hingga dia terjengkang dari ranjang. Asal kalian tahu, aku pernah ikut karate waktu SMP. Jadi, jangan pikir aku ini gadis lemah.
            “Aku memang nge-fans berat sama Mas Gilang, tapi kalau Mas menganggap aku gadis gampangan, itu salah besar, Mas!” aku meradang seraya bergegas meraih handel pintu, memutar anak kuncinya dan segera berlari meninggalkan hotel paling mewah di kota ini yang tiap kamarnya dikelilingi pertamanan bunga dan pepohonan.
***
            Sesampai di kamar kos, aku langsung menumpahkan tangis. Sungguh, aku tak menyangka, grup band idolaku, di mana Gilang sang vokalis yang aku puja selama ini, ternyata polahnya sungguh tak bermoral. Sungguh bertolak belakang dengan statement-statement-nya yang terlihat cerdas dan santun. O, Tuhan, ternyata cowok ganteng itu tak seganteng hatinya. Gilang tipikal cowok yang tak menghormati dan menghargai harkat martabat kaum wanita. Apa memang seperti ini budaya yang dianut para selebritas? Malam ini, aku tak bisa tidur. Kedua mataku sembab. Hatiku perih. Sungguh, aku benar-benar kecewa dengan Gilang.
***
            Sejak kejadian itu, Gilang tak pernah lagi menghubungi HP-ku. Mungkin dia marah dengan penolakan kerasku malam itu. Padahal, aku yang seharusnya marah sama dia. Sebenarnya aku sangat menanti kata maaf terucap dari bibirnya, meski hanya melalui SMS. Tapi, ya sudahlah, aku tak mau ambil pusing lagi. Yang pasti, kejadian yang menimpaku ini akan menjadi pembelajaran berharga buatku, agar ke depan aku lebih ekstra hati-hati saat bersama orang yang baru kukenal.
***
             Siang yang terik, sepulang sekolah, aku dikejutkan sebuah berita yang langsung menyentak telinga saat aku baru saja menyalakan televisi 14 inchi di kamar kosku. Dalam sebuah acara “Gosip Seleb”, diberitakan, Gilang digelandang kantor polisi. Pasalnya, seorang selebritis muda bernisial “BS” yang kerap nongol di sinetron stripping mengadukan Gilang ke kantor polisi dengan tuduhan; Gilang lari dari tanggung jawab setelah menghamili dan menganiayanya.
            Berulangkali kupanjatkan syukur, karena di malam jahanam itu aku bisa terlepas dari bujuk rayu vokalis band yang aku yakin sebentar lagi pasti akan menjalani hari-harinya di hotel prodeo.
Ah, Mas Gilang… mengapa nama grup band-mu sama persis dengan kelakuanmu?
***
Puring Kebumen, 2010-2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar